Monday, May 2, 2016

Kepedihan Di Bioskop



Kalo kalian sudah membaca tentang AADA sebelumnya, maka saya akan menceritakan tentang AADC 2 yang sebenarnya. Lebih tepatnya, pengalaman saya pergi menonton film bernuansakan romantisme karya tanah air ini.

Begini ceritanya, saya pulang dari sekolah, tepat pukul jam 12 siang. Seperti biasa lautan manusia titan yang bertubuh besar dan tegap memenuhi jalanku, saya harus mengarunginya dengan segenap upaya dan kerja keras—karena saya pendek. Intinya, saya memasuki mobil dan hawa dingin dari AC menyetop keringatku dari bercucuran. Heaven, pikirku. Entah kenapa sejak gerhana matahari yang booming, yang cetar membahanakan seluruh Indonesia ini Medan sekarang terasa seperti gurun sahara yang panas yang mungkin sudah mencapai 50 derajat Celcius bagiku.

Sontak suara ibunda mengiang di telingaku, “Thasia, mau ke TP ngga?”

Mataku langsung berkilauan seakan seperti melihat duit jatuh dari langit. Sebenarnya TP ngga wow, wow amat sih, intinya itu mall dan disana itu dingin! Astaga, itu dingin! Dan saya lapar, perutku sudah berbunyi dari beberapa jam yang lalu, ah, saya ingat sejak pelajaran Mate dimulai. Seperti anak kecil yang mendapatkan bonbon yupi, saya mengangguk dengan cepat.

Sekilas sampailah kita ke TP. Seperti biasa adu mulut yang masih tingkat rendah terjadi diantara kami, menentukan tempat makan. Ada yang ingin makan dimsum, ada yang ingin makan texas, ada yang ingin makan kwetiaw (itu bukannya di pasar rame baru enak ya?)…Tetapi mataku malah berlari ke arah lain ketika menaiki eskalator menuju lantai 7.

Terpampang manis disana seakan menggodaku, berkata seperti ini: “Thasia… AADC 2, Thasia AADC 2… Yuk, nonton kemari…” dasar, pikirku. Film AADC merupakan tanda kebangkitan perfilman Indonesia di tahun 2002, yang mana saat itu Indonesia berada pada masa mental breakdown­-nya dan sebenarnya, film Indonesia saat itu hancur banget! Kenapa saya bisa lengket banget, jatuh cinta mati sama yang namanya AADC, padahal tahun kemunculan itu saja saya masih minum susu di dodot, masih seru-seruannya main gasing (kalau gak tau, MKS kalian).

Seakan seperti Edward Cullen, bokap membaca pikiranku dengan entengnya, atau memang mukaku yang polos menunjukkan semua isi hatiku? Dia langsung membawaku ke bioskop dan langsung membelikanku tiket yang akan tayang jam setengah satu, lebih tak disangka lagi, saya dibelikan popcorn rasa karamel kesukaan saya! Saya hanya mampu berdiam diri, tak mampu berkata, bisa bayangin gak, ini semacam memenangkan lotteri di Las Vegas, dan ada orang yang meneriaki, “Hey, that girl hit that damn jackpot! Attack!” Okay, lupakan imajinasi tingkat dewa saya.

Dengan keadaan terburu-buru saya langsung memasuki bioskop pintu 3. Mbak yang menjaga pintu seakan melihatku dengan tatapan, “Nih anak kesasar nyolong atau gimana sih?” Untuk menghindari saya ditangkap satpam dan dibawa keluar, saya langsung menyodorkan tiket ke hadapannya. Lalu mbaknya seperti mengangguk, “Oh, pelanggan ternyata,” sekali lagi matanya yang dipenuhi oleh maskara dan eye-liner itu melihat saya dengan tatapan tak menyenangkan. Bodo amat, saya udah telat, udahlah kasih saya masuk, dia mengoyak tiket saya dan spontan saya mendobrak pintu itu masuk.

Inilah yang membuat saya seakan seperti Captain America yang disorot oleh ratusan mata di bioskop itu. Bodo amat, pikirku sekali lagi, saya langsung duduk di satu tempat yang kosong, bukan bangku kosong ya, please, saya lagi nonton film romantis bukan film horor!

Tempat duduk saya hampir dikatakan strategis tetapi tidak sestrategis Indonesia yang diapit oleh dua benua dan dua samudera, tetapi saya duduk hampir di tengah dan diapit oleh dua pasangan yang sedang pacaran. Itu adalah sebuah penghinaan bagi seorang jomblo seperti saya, dan saya lebih parahnya nonton sendiri, tak ada yang menemani… Sudah terlalu lama sendiri, sudah terlalu lama aku asik sendiri, lama tak ada yang menemani rasanya.

Kembali ke laptop, barisan depan saya dipenuhi oleh ibu-ibu alay yang nampaknya sedang arisan, tapi arisannya nonton, entahlah, saya tidak mengerti pemikiran ibu-ibu kecuali nyokap saya. Mereka hebohnya bukan main, ketika Dian Sastro keluar tampil dalam perannya cinta, ibu-ibu heboh mericuhkan suasana tenang bioskop, “Eh, si Dian makin cantik, ya, makin cantik, saya kayak aq loh jeng…” Pengennya pada saat itu langsung saya teriakin, “Ibu, ngaca dulu dong bu, itu artis, bu, jelas cantik, lah kalau ibu lemak ibu dimana-mana, cetar membahana, nge-gym dulu baru ngomong…”

Yang parah para ibu-ibu ini masih sempat selfie dengan layar kaca yang lebar itu dan post ke akun BB-nya ataupun instagram, “Jeng, lihat deh, eke up-to-date kan?” Dalam hati saya tak sabaran menyahut, “IBU, BISA GAK SIH AGAK TENANG DIKIT, YANG LAIN TERGANGGU NEH! MAU UPDATE STATUS, UPDATE SAJA NANTI, TOH YANG LIKE JUGA YANG DUDUK DISAMPING IBU..!” Sampe-sampe saya dan sejoli pasangan disamping saya harus mengeluarkan kata hush untuk menenangkan mereka.

Akhirnya saya bisa mendapatkan ketenangan yang saya inginkan, menonton dengan santai disertai oleh bantalan kursi yang nyaman nan empuk dan tentunya tanpa kecoa-kecoa berterbangan mengganggu konsentrasi saya, bioskop TP sudah maju. Belum saja saya dapat menikmati, tiba-tiba suara tangis seorang anak kecil menggemparkan seluruh studio, dalam hati saya berkata, “Cobaan jomblo itu kok banyak sih? Mau nonton aja susah…” Pengen banget saya kasih tau ibunya, “Ibu, ini filmnya film dewasa, anaknya ngga cocok nonton beginian, ntar cepet gede susah lo, bu. Besok dibawakan pulang mantu, ribet.”

Belum lagi beberapa saat ketika Cinta membacakan puisi Rangga yang ada kalimatnya seperti ini kira-kira: “…lihat tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.” Ini adalah moment dimana saya hampir menitikkan air mata karena terharu, tersentuh inti jantungku oleh kata-kata yang amat mendalam, tapi seakan ditarik kembali karena ada kata-kata yang tertangkap oleh telingaku, “Beb, mirip kita ya beb…” “Iya, sayang, berapa purnama pun tidak akan memisahkan jarak diantara kita.” “Ih, bebeb gombal nih!” Tau? Saya ini dilimpahkan oleh amarah yang berlimpah, lautan emosi mengontrol diriku, ingin sekali saya teriak, “MAAF, INI BIOSKOP BUKAN RUMAH KALIAN, DISINI ADA JOMBLO BELUM PUNYA PACAR, ANTI-GOMBAL, MOHON PENGERTIANNYA TERIMA KASIH.”

Namun secara keseluruhan film ini memang membuat saya mengacungkan keempat jari jempol saya, karena memang perfilman Indonesia sudah maju luar biasa dan ini bukanlah pengorbanan yang sia-sia. Ketika film usai, seperti biasa semua orang beranjak pergi menuju pintu keluar, lalu ketika saya berdiri, sorotan mata kembali tertuju padaku, seketika itu saya seakan tersadar, terbangun dari alam mimpi saya, Dasar, apakah hanya saya seorang jomblo? Seorang anak SMA ingusan yang memakai baju seragam SMA menonton film ini? Biar saya tidak dikerumunin fans dan ditanyai oleh ribuan pertanyaan oleh reporter, saya langsung mempercepat langkah saya yang dari 10cm/detik menjadi 180km/detik.

Saya dipenuhi oleh kebahagiaan yang melimpah karena film ini, dibaperin sih, tapi ya udahlah, toh jodoh juga nanti bakalan ketemu. Tetapi, yang paling gak enak dari semuanya adalah ketika saya keluar dari bioskop. Tenang, saya tuliskan. Ini menyangkut epic dari kehidupan saya sebagai seorang jombloer, ketika mataku menangkap bayangan yang tak asing dari pasangan yang juga baru keluar dari bioskop sebelah (btw, saya lupa ngasih tau, Civil War dan AADC 2 adalah film yang tayang saat itu). Teman sekelas saya pacaran dengan kekasihnya! Melihat mereka, lalu untuk sesaat saya berpikir, Apalah aku, aku hanya seorang diri merana dalam kesepian, tak ada yang menemani, nonton sendiri, makan popcorn sendiri, nangis sendiri, keluar bioskop sendiri…

CAUTION: Yang jadi jomblo jangan nangis ya kalau baca ini, karena saya sendiri juga hampir nangis melihat kisah tragis ini.
Sekian. NATHASIA CHRISTY.

No comments:

Post a Comment