Gue terlahir dari sebuah keluarga yang amat mendalami
budaya China. Dimulai dari Pakcik sampai Paman gue mereka mempunyai keahlian
berbahasa mandarin dengan baik, bahkan sampai anak-anaknya sekarang. Anak-anak
mereka yang termasuk saudara gue juga kebanyakan kuliah di China dibandingkan
Indonesia. Gue sendiri terlahir di keluarga tersebut merasa mendapat daya saing
yang amat tinggi. Apalagi bahasa Inggris gue yang masih amat amatiran, apalagi
juga dengan bahasa mandarin yang gue tahu cuma Wo Yao Xiao Pien (Saya mau
pipis).
Gue teringat satu kejadian yang membuat gue harus
berusaha berkomunikasi dengan orang China asli. Sekitar 3 atau 4 tahun yang
lalu, saudara gue menikah dengan seorang perempuan asal China. Mereka
mengadakan resepsi di China dan menjalankan pernikahannya di Indonesia.
Keluarga dari pihak perempuan datang beserta dengan teman-temannya. Sekitar 7
orang China datang menginap di sini.
Gue baru tahu kalau rumah gue akan ada kedatangan tamu
dari negeri nenek moyang gue sendiri. Agak kaget juga karena jarang-jarang
orang asing datang ke rumah gue. Dulu gue pernah bermain dengan orang Malaysia
yang datang ke rumah. Dia ngomong bahasa mandarin dengan sangat lancar dan
tidak ada satu pun kalimat yang gue paham. Jadi yang gue dengar cuma
“cingcongcang.” Yang lebih ajaibnya, gue menjadi akrab dengannya. Karena dia
menginap di rumah Paman gue, hampir setiap hari gue kesana hanya untuk bermain
dengannya. Dengan dia yang menggunakan bahasa mandarin dan gue menggunakan
bahasa “iya” maka ini menjadi salah satu keajaiban dunia. Hubungan diplomasi
macam apa ini?
Selama gue bermain dengannya, gue hanya mengiyakan
semua perkataan dia. Gue ingat ketika itu dia mengajak gue bermain kartu
pokemon. Minimal gue ngerti lah pokemon itu apa. Tetapi ketika gue melihat cara
dia bermain, gue mulai bingung. Perpaduan antara bahasa mandarin yang dia
keluarkan dengan kartu pokemon yang sulit dimengerti, membuat gue amnesia 10
menit. Waktu itu gue masih SD kelas 3. Kalau aja waktu itu gue bisa bahasa
mandarin, mungkin saat ini gue bisa menjadi murid yang jago bahasa mandarin di
sekolah. Setiap kompetisi yang berhubungan dengan mandarin pasti gue ikuti.
Lomba pidato bahasa mandarin, lomba baca puisi mandarin, lomba nyanyi lagu
mandarin, lomba cerdas cermat mandarin, lomba menulis mandarin, atau lomba
kreasi bersama bunda dalam bahasa mandarin. Yang terakhir cuma bercanda.
Kembali ke 7 orang China yang datang menginap di rumah
gue. Gue sempat agak bingung sih. Dalam situasi tersebut gue sempat mikir, apa
yang harus gue lakukan ketika gue bertemu dengan mereka secara tak terduga? Gak
mungkin juga ketika gue bertemu mereka secara tak sengaja, gue malah
melontarkan kalimat mandarin yang gue bisa, “Wo yao xiao pien.”
Gue ingat, orang Indonesia merupakan orang yang murah
senyum. Baiklah, gue menggunakan budaya senyum ala Indonesia. Waktu itu gue
bertemu dengan satu orang China laki-laki dan ketika itu dia hendak ke kamar.
Gue berjalan menuju arahnya dan kita bertemu. Terus kami bertatap wajah,
jantung gue berdetak kencang, dan secara tidak sengaja gue jatuh cinta padanya.
Yang terakhir itu cuma bohongan.
Saat gue bertemu dengannya, gue akhirnya menggunakan
trik budaya senyum Indonesia. Gue pun tersenyum di depannya dan berhasil. Dia
malah kembali membalas senyum ke gue. Itu berarti cara tadi adalah cara
sempurna untuk berkomunikasi dengan orang asing. Tapi gak setiap hari gue
senyumin juga. Gak mungkin juga ketika dia lagi kebelet boker gue senyumin atau
dia terkena serangan jantung gue senyumin. Yang gila siapa sekarang?
Tidak hanya orang tua saja, juga terdapat anak-anak
muda. Ada 3 cowok muda dan 1 cewek. Mereka adalah teman saudara gue yang akan
menikah ini ketika kuliah di China dulu. Saudara gue yang lain mulai berlomba
menggunakan bahasa mandarin dengan baik. Mereka berkomunikasi dengan
orang-orang China tersebut dengan akrab. Paman gue dan yang lainnya serta para
tamu yang hadir pun ikut berlomba berbahasa mandarin. Anjing gue juga gak mau
kalah. Anjing gue juga mulai menggonggong dengan bahasa mandarin. Gue sempat
ingin membuat dan membagikan brosur lomba berbahasa mandarin tingkat keluarga
di rumah, tetapi kayaknya gak ada yang tertarik.
Gue, Bokap, Nyokap, Abang, dan Adik gue hanya bisa
terdiam dan gak bisa apa-apa. Karena dari Bokap gue, hanya kami berlima yang
tidak fasih berbahasa mandarin. Waktu itu gue sedang ingin meminjam Nintendo
kepada istri saudara gue yang orang China juga. Tapi gue tidak tahu harus
ngomong apa. Gak mungkin juga pas gue mau minjem gue bilang “Wo yao xiao pien.”
Agak aneh juga gue mau main Nintendo sambil pipis. Saudara gue memberi bantuan.
Dia menulis kalimat mandarin dan menyuruh gue untuk memberikan pada istrinya
agar gue bisa meminjam Nintendo tersebut. Gue gak berani karena agak aneh juga
kalau gue mau pinjam sesuatu tetapi lewat kertas. Gue juga gak bisu, tetapi gak
mungkin juga gue minjem dengan menggunakan kertas sebagai alat bantu bahasa
gue. Akhirnya, saudara gue pun pergi meminjamkan Nintendo itu ke gue.
Yah, gue merasa ini merupakan daya saing yang amat
tinggi, sih. Di sekolah gue juga ada belajar bahasa mandarin, tetapi gue selalu
pusing ketika harus membaca huruf-huruf mandarinnya, apalagi gue baru tahu
kalau setiap kata dalam bahasa mandarin ada 4 nada yang berbeda dan 4 nada itu
beda-beda arti. Ada yang naik, turun, datar, dan naik turun. Agak ribet juga
ngomong satu kata tapi nadanya berbeda. Kemarin gue ujian membaca dan syukurlah
boleh baca langsung dari bukunya. Namun satu masalah terjadi, gue agak susah
membaca kalimat-kalimat mandarin karena tanda nadanya. Mulut gue hampir keseleo
ketika membaca kata-kata tersebut.
Suatu hari gue di masakin pangsit oleh mertua saudara
gue yang merupakan orang China. Pangsit itu berisi udang dan kalau mau makannya
enak harus di campur dengan cuka. Gue menggunakan sumpit dan mengambil satu
per-satu pangsit tersebut. Salah satu hal yang bisa gue pamer kepada orang
China adalah gue bisa memakai sumpit, meskipun banyak yang bisa juga. Gue makan
pangsit tersebut, lalu tiba-tiba mertua saudara gue melihat ke arah gue.
“Hau che ma?” tanya dia, yang artinya “enak gak?”
“Hau che, hau che” kata gue, setengah mengerti. Fiuh,
untuk gue mengerti dikit apa yang dia omongin.
Gue sempat mau bilang “Wo yao xiao pien” tapi aneh
juga gue mau makan pangsit sambil pipis.
Kok ketawa ya gw wkwkwkw😂😂😂
ReplyDeleteTerima kasih, kalau lucu di share ya. Makin banyak yang baca, makin lucu :D
Delete