Baru-baru ini, gue mulai sering membaca komik
Detective Conan. Ceritanya keren, penuh misteri, dan hal-hal yang ingin di
pecahkan bikin penasaran (pecahkan telur). Setelah membaca komik Detective
Conan, gue merasa kalau gue memang bisa menjadi seorang Detektif yang hebat.
Gue sering mencari di internet cara menjadi Detektif
yang handal. Seperti penyamaran, cara memecahkan telur, eh maksudnya cara
memecahkan kasus, serta peralatan yang harus di miliki. Sejak SMP, sikap gue
berubah menjadi dingin saat menjadi Detektif. Gue menyebutnya Detektif Dingin.
Gue mulai melakukan kebiasaan menyembunyikan sesuatu.
Bahkan, disaat ada yang sedang bergosip, gue selalu menguping. Sikap gue yang
dingin tersebut, membuat teman gue menganggap gue sedang sakit jiwa.
Tiba ada kasus uang kas milik kelas yang hilang, gue
pun beraksi. Gue langsung ikut campur dalam kasus tersebut.
“Siapa yang melakukan hal ini?”
“Entahlah, belum tahu”
“Apakah ada yang terlibat dalam pemegangan uang
tersebut?”
“Ada!”
“Panggil mereka”
Gue langsung menggunakan teknik andalan gue dalam
memecahkan kasus.
“Tenang saja, saya sudah pernah memecahkan kasus
tersebut, perlu banyak waktu untuk memecahkan” kata gue, sok.
Setelah itu, orang-orang yang terlibat dalam
pemegangan uang pun datang.
“Apa kalian tahu siapa pelakunya?”
“Tidak!”
“Jawab dengan jujur?”
“Kami tidak tahu!”
“Ah masa?”
“Iya!”
“Ah masa?”
“Iya!”
“Ah masa?”
“IYE!”
Setelah itu, kasus tersebut belum terpecahkan sama
sekali. Mereka pun mulai menganggap kemampuan dalam memecahkan kasus gue mulai
diremehkan. Gue pun langsung menghampiri mereka.
“Jangan khawatir, saya sudah pernah memecahkan kasus ini, tapi kasus ini
berlangsung sangat lama, mungkin 2 atau 3 minggu” kata gue, berusaha menutup
kesalahan sebagai Detektif.
Semua teman gue pun, mulai menganggap gue ngawur dalam
melakukan hal seperti ini. Tidak mungkin, bocah SMP seperti gue bisa memecahkan
kasus, dan gue pun gak sependek di Detective Conan, apalagi kepalanya. Gue pun
mulai menghindari permasalahan tersebut. Tapi, niat gue dalam memecahkan kasus
masih belum hilang.
Sewaktu ketika, ada orang yang kehilangan handphone.
Lalu, gue pun langsung ikut dalam memecahkan kasus tersebut. Tiba-tiba, gue
berteriak sendiri dengan keras dan menunjuk seseorang.
“DIA PELAKUNYAAA!” teriak gue sampai satu kompleks kedengaran.
Beberapa orang mulai melihat gue seperti orang gila
dan menganggap gue anak kecil yang sedang main detektif-detektif.
“Pak Satpam, tolong bawa anak ini keluar” kata seorang
ibu yang berusaha mengusir gue. Gue langsung kabur dan berlari dengan cepat
keluar. Kemampuan gue dalam memecahkan kasus pun perlahan-lahan memudar (memang
gak pernah sekalipun berhasil dalam memecahkan kasus).
Bahkan teman gue sendiri pun mulai menganggap gue gila
dan menyuruh gue untuk istirahat.
Setelah itu, gue melepaskan semua kehidupan Detektif
gue. Gue pun menjadi diri gue sendiri. Menjadi Detektif itu, tidak semudah yang
dibayangkan. Kita perlu memiliki kemampuan analisis yang tinggi, serta membuat
strategi yang hebat. Gue saja, main catur satu langkah maju raja gue sudah kena
skak duluan. Menjadi Detektif itu tidaklah mudah. Setelah sikap gue berubah,
gue pun menjadi seperti orang biasa. Teman-teman gue bersikap seperti biasa dan
menghampiri gue,
“Gimana? sudah minum obat?”
“Sudah sembuh?”
“Kenapa kamu akhir-akhir?”
“Lo stres, Har?”
Ya, seandainya gue gak melakukan hal seperti itu,
pasti pertanyaan tersebut gak bakal muncul di depan muka gue.
No comments:
Post a Comment