Tuesday, August 9, 2016

Patah


Di perpustakaan, gue tengah menyelesaikan cerpen yang gue tulis dan diterbitkan oleh majalah. Agak gak penting, tapi gue cuma iseng-iseng. Ketika sedang menulis, gue teringat beberapa kejadian yang menimpa gue bersama abang gue. Waktu itu, Nyokap baru memiliki 2 orang anak, adik gue belum lahir.

Gue bersama abang gue sering sekali bermain yang menurut orang dewasa itu berbahaya. Kami pernah bermain mesin las, menjalankan mobil, bahkan pernah berusaha masak sendiri padahal kami gak pernah masak.

Sejak itu, gue bersama abangku menuju belakang rumah. Di rumah kami terbanyak banyak truk yang parkir dibelakang. Biasanya, kami sering bermain dan memanjat truk tersebut sendirian tanpa ada pengamanan dari orang tua. Waktu itu, gue masih cebol. Ada sebuah mobil pengangkut kayu yang bagian belakang dari box nya bisa dibuka. Gue dan abang gue segera kesana untuk mencoba membuka.

“Har, lihat gue buka pintunya” kata abang gue, pamer.

Gue cuma bisa melihat abang gue mendemonstrasikan apa yang ingin dia lakukan. Memang waktu itu, kami menganggap itu keren dan gaul. Gue agak terpana ketika abang gue berhasil membukanya dan sempat tepuk tangan. Namun kejadian tragis pun terjadi.

Ketika abang gue sedang membuka box nya, tiba-tiba abang gue terjatuh menuju selokan karena dibelakang kami adalah sebuah selokan, yang untungnya gak ada air. Tapi sialnya, abang gue terjatuh dan menjerit kesakitan. Gue panik dab berlari ke rumah memberitahu Bokap gue.

“Pa pa pa” kata gue, panik.

“Ada apa teriak-teriak?”

“Itu abang”

“Abangmu kenapa?” tanya Bokap, bingung.

“Dia terjatuh ke paret, terus nangis.”

Bokap buru-buru menuju ke belakang rumah. Abang gue masih menangis. Tubuhnya digendong Bokap. Gue yang masih cebol menarik-narik celana Bokap dan berkata, “Pa, aku juga mau digendong.”

Karena takut terjadi sesuatu, abang gue dilarikan ke rumah sakit. Saat dicek dan di rontgen, ternyata tangan kanannya patah. Esoknya, abang gue dilarikan ke rumah sakit di Deli Tua, jauh sih. Selama berhari-hari, abang gue dirawat inap di sana. Bokap dan Nyokap bergantian menemani abang gue di rumah sakit. Sementara gue, cuma di rumah nunggu makanan datang. Adik macam apa gue.

Beberapa dirawat, akhirnya tangan abang gue kembali sembuh. Gue dimarahi oleh Bokap karena tidak menjaga abang gue dengan baik saat itu. Memang, pintu box mobil tersebut sangat berat dan tidak dianjurkan untuk dibuka oleh seorang anak kecil seperti kami. Padahal dari kejadian itu, abang gue yang mengajak melakukan, gue yang dimarahi. Derita anak ke-2.

Kejadian berikutnya terjadi pada gue. Waktu itu, adik gue yang paling kecil sudah lahir dan masih balita. Tren pun semakin lama semakin populer, termasuk acara smackdown. Ya, acara yang dulu tayang di tv ketika gue masih SD. Saat itu, gue  sedikit gengsi dengan ikutan tren karena saat itu menonton smackdown adalah sesuatu yang keren, apalagi memperagakannya.

Malam hari gue menonton bersama Bokap dan abang gue. Esoknya, banyak teman-teman gue memperagakan berbagai teknik smackdown sesuai dengan tokoh-tokoh pegulatnya. Gue sendiri tidak mempraktikannya di sekolah, tetapi di rumah.

Kamar tidur gue waktu itu masih bertingkat. Gue tidur diatas dan abang gue dibawah. Di lantai terdapat matras. Gue sering melompat dari atas tempat tidur gue menuju matras tersebut. Karena keseringan, gue jadi kebiasaan. Hingga kecerobohan pun terjadi.

Gue memanjat-manjat kembali tempat tidur  gue. Gue tidak memeriksa apakah dilantai sudah terdapa matras atau tidak. Gue akhirnya memanjat dan melompat. Tanpa sadar, saat gue melompat, dilantai tidak ada matras. Gue berteriak dan akhirnya terjatuh. Kepala gue terjedot mengenai lantai. Gue menangis keras. Bokap dan Nyokap datang menghampiri. Benjolan besar pun membekas di dahi gue.

Karena kejadian itu, gue terkena salah satu pelemahan di otak kiri gue. Ceritanya bisa dibaca di blog gue sebelumnya, http://hariyowibowo.blogspot.co.id/2016/02/di-balik-kekurangan-pasti-ada-kelebihan.html

Sekian, cerita yang gue tulis dalam kebosanan di perpustakaan ini.

No comments:

Post a Comment