Rasa cinta gue terhadap cewek-cewek beralih ke masa SMP. Masa di mana
gue di benci oleh cewek. Masa di mana gue di cuekin. Masa di mana gue sampai
harus berpacaran dengan cowok, oke yang tadi itu cuma bercanda. Serius itu cuma
bercanda.
Bermula dari SMP kelas 1, di mana masa SMP yang pertama gue akan
berjalan. Di mana gue memulai dengan menggunakan kemeja putih dan celana biru.
Di mana perkenalan gue dengan MOS pun di mulai. MOS (Masa Orientasi Siswa)
merupakan masa di mana gue bertemu dengan cewek-cewek cantik. Ya, merupakan
senior-senior gue. Sejak MOS di mulai, hati gue menjadi gundah dan tidak tahu
harus berbuat apa. Gue memakai atribut-atribut yang fashion banget. Seperti
kalung dari tutup botol plastik, ransel dari karung beras, topi terbuat dari
karton, dan gue memakai sebuah karton yang bertuliskan Anak Jomblo Akil Balik.
Kegiatan MOS di mulai dengan memasuki ruang audiovisual. Masa itu, gue
melihat sekitar ruangan tersebut dan melihat senior-senior yang cantik-cantik
(kecuali yang cowok). Ada rasa bersemangat dan ada rasa malu. Gue bersemangat untuk
mengikuti MOS. Akan tetapi, gue malu karena harus memakai atribut ngeselin ini.
Setiap kali gue memakai atribut di tepi jalan, pandangan semua orang tertuju
kepada gue seakan-akan ada artis papan tulis yang baru datang.
Salah satu senior yang membuat hati gue berdebar-debar adalah seseorang
yang kebetulan dia adalah Ketua OSIS. Dialah yang mengatur semua kegiatan MOS.
Selain cantik, dia juga lebih pendek dari yang gue duga. Setiap kali ikut
kegiatan MOS, mata gue selalu tertuju padanya. Setiap pulang sekolah, gue
selalu mempersiapkan apa yang ingin gue tunjukin padanya, tapi semua itu gagal.
Hal-hal yang ingin gue tunjukin adalah seperti berikut:
1. Gue berusaha untuk menjadi lebih ganteng, tapi malah disangka homo.
2. Gue berusaha untuk menjadi lebih keren, tapi malah disangka korban sinetron
.
3. Gue berusaha untuk menjadi lebih gila, tapi malah di bawa ke RSJ. Oke, yang ini
cuma bercanda.
Beberapa hari kemudian, MOS pun selesai. Gue gagal untuk menjadi peserta
terbaik. Hal itu membuat gue bersedih karena gagal merebut hati senior
tersebut. Esoknya, kami memulai kegiatan di kelas, yaitu belajar seperti biasa.
Lagi-lagi, gue sebangku dengan cewek. Cewek tersebut merupakan teman SD gue
dulu. Dan lagi-lagi bertemu dengan teman SD dan lagi-lagi orangnya pendek.
Awalnya, gue tidak tertarik untuk sebangku dengan cewek. Hal itu membuat gue
terganggu untuk belajar. Namun, dengan sebangku dengan cewek, gue berhasil
mendapat peringkat 10 besar di kelas. Meskipun seterusnya gak dapat lagi.
Gue pun di pindahkan dengan teman cowok, yang kebetulan adalah teman SD
gue lagi. Hati gue menjadi lebih lega, karena tidak perlu terus-terusan duduk
dengan cewek karena dikira jadi cabe-cabean. Semua berawal dari gue tidak
memiliki rasa jatuh cinta di kelas ini. Hati gue belum terasa adanya
serbuk-serbuk cinta yang menyebar, yang selalu kemasukan paru-paru.
Di akhir sekolah, gue mulai memiliki rasa suka terhadap cewek yang dulu
duduk sebangku dengan gue. Perasaan gue
menjadi tertuju padanya. Setiap hal yang berhubungan dengan gue, pasti akan
dilampiaskan ke cewek tersebut. Hingga membuat rasa bencinya terhadap gue
menjadi lebih mendalam. Namun, hal itu membuat gue jatuh cinta pada pandangan
pertama.
Kelas 1 SMP pun berlalu dan berlanjut ke Kelas 2 SMP. Rasa cinta gue
terhadap cewek tersebut belum hilang. Gue masih terus memperhatikannya. Bahkan,
gue sempat berusaha untuk mencari nomor handphone-nya, dan akhirnya dapat.
Pada waktu itu, gue sedang memikirkan, cara agar gue bisa sebangku
dengan dia kembali. Gue mulai berpikir. Pikiran gue di antaranya, usir yang
duduk dengan dia, culik si cewek dan duduk dengan gue, rebut dia di pelaminan
dan lagi-lagi khayalan gue di luar batas pemikiran orang gak waras. Setelah
itu, gue mendapat ide. Dengan cara mencurahkan kegelisahan gue untuk duduk
dengannya lewat SMS, seperti gue mencurahkan seluruh kegelisahaan gue lewat
cerita ini.
Gue pun SMS dia. Awalnya gue tidak bisa memberanikan diri gue untuk
menulis kalimat yang ingin gue ungkapkan ke dia. Misalnya, Hai, aku homo!. Nah, SMS itu yang membuat gue jadi orang gila
betulan atau disangka homo betulan. Berikut adalah percakapan antara gue dengan
cewek tersebut di SMS:
Gue: Hai
Cewek:
(gak di balas, mungkin gak ada pulsa)
Beberapa
menit kemudian
Cewek:
ini siapa?
Gue: ini
gue, Hariyo
Cewek:
(gak di balas, mungkin gak ada sinyal)
Gue: Aku
mau ngomong sesuatu nih
Cewek:
(Cuma read doang, beberapa menit kemudian, dia
membalas) ngomong apa?
Gue: (Mulai
mikir keras mau ngomong apaan, kalau gue bilang lo itu pendek, pasti bakal ada
masalah besar)
Gue:
Gini, entar pas pemindahan kursi, lo mau duduk sama siapa?
Cewek:
Gak tau, mungkin sama Andika atau yang lain, emang kenapa?
Gue: (Mulai
keringatan) sebenarnya…..
Cewek:
sebenarnya apa?
Gue: (Langsung
memberanikan diri) sebenarnya gue ingin duduk sebangku sama lo!
Cewek:
Oh
Gue mulai curiga, kenapa cewek tersebut hanya membalas “oh” aja?.
Biasanya kalau ada hal beginian, respon dari cewek pasti antara dia gak mau
balas karena atau gak peduli sama sekali. Beberapa menit kemudian, SMS pun
masuk dan cewek tersebut membalas. Gue membaca dengan wajah penuh ketakutan.
Cewek: Sorry tadi di bajak. Itu tadi teman gue yang balas.
Gue: (Anj*ng, kampret, tahi).
Gue mulai panik. Mampus ini gimana cara menghadapinya. Rahasia langsung
terbongkar. Ini menjadi permasalahan besar bagi gue. Gue kan bego, kalau hal
beginian tiba-tiba terjadi, gue bisa pipis sampe 1 galon penuh per-hari.
Esoknya di sekolah, gue berpura-pura diri dengan ekspresi banci
amatiran. Gue berpura-pura tidak mengetahui situasi yang melanda emosional gue
saat mengetahui bahwa SMS tersebut di balas oleh teman si cewek tersebut. Teman
si cewek tersebut menghampiri gue, dan berkata kalau gue beneran suka dengan
cewek tersebut, dan gosip tersebut disebarluaskan, mirip seperti gosip para
ibu-ibu yang mau ke kondangan.
Setelah itu, akhirnya, cewek tersebut menaburkan bumbu-bumbu kebencian
terhadap gue. Dia cuek dengan gue, dia sebel dengan gue, dan dia menjauhi gue,
karena gue lupa pake deodoran. Pengalaman yang paling tidak terlupakan adalah
di saat gue duduk sebangku dengan cewek tersebut atas permintaan Wali Kelas.
Kami juga kompak dalam pelajaran apapun, tetapi tidak pernah sekalipun
terciptanya dialog cinta yang romantis. Malah, gue di kira psikopat gara-gara
berdiam diri selama 1 bulan.
Kejadian tersebut pun berlalu. Gue di pindahkan kembali lagi seperti
semula. Karena gak tahan dikira psikopat. Setelah kejadian itu berlalu, gue
mendapat suatu pelajaran bahwa, cinta itu membutuhkan suatu perjuangan yang
tiada henti. Cinta itu tidak bisa langsung menerima apa yang ingin kita
rebutkan. Tapi cinta memandang hati kita. Cinta itu bisa gak lulus sensor,
karena wajah kita yang gak lulus sensor, ya terkadang sih seperti itu. Dibalik
kata manis, pasti ada pahitnya. Dan itulah realita dari cinta.
Beberapa tahun kemudian, gue pun naik kelas 3 SMP, kenangan gue akan
cinta akan hangus di sini. Semua kenangan-kenangan yang gue lalui dengan si
cewek tersebut gue buang ke tong sampah. Cinta yang membuat kita merasakan
hebatnya rasa sakit yang mendalam. Gue mendapat gosip, bahwa cewek tersebut
telah berpacaran dengan seorang bocah yang bahkan rumornya adalah seorang anak
kelas 1 SMP. Gue heran. Dunia terbalik 360 derajat.
Gue pun melupakan semua tentangnya. Gue baru sadar, bahwa selama ini,
gue menyukai seseorang yang bahkan tidak pantas gue cintai. Yang membuat gue
selalu terpuruk dan tidak bisa berucap apapun.
Beberapa hari kenaikan kelas, gue tidak menyukai siapapun untuk
sementara. Karena memang gak ada cewek satupun yang gue suka. Tapi beberapa
hari kemudian, gue jatuh cinta dengan cewek yang satu ini. Dia merupakan murid
kelas sebelah kelas gue. Gue pun mencari segala informasinya. Dan lagi-lagi,
dia adalah teman SD gue.
Di mulai dari Facebook, Twitter, dan Instagram. Gue juga kebetulan
berhasil mendapatkan pin BBM-nya. Tapi yang paling sering sih di Facebook. Gue
sering sekali like semua
postingan-postingan fotonya. Bahkan, gue tidak pernah sekalipun untuk tidak like
semua postingan dia. Bayangin, gue ngebuang waktu banyak cuma untuk like semua
postingan yang gak berguna tersebut.
Sering sekali chatting bareng dia. Gue sering membantu semua hal-hal
yang membuat dia menjadi kesusahan. Misalnya, tugas sekolah. Gue sering banget
membantu semua tugas sekolah dia. Namun terkadang, yang gue berikan malah
bersalahan semua. Terkadang, cinta itu unik dan nyebelin. Seperti gue suka
dengan cewek tersebut. Tapi terkadang gue cemburu dengan orang-orang yang dekat
dengannya. Contoh, postingan Facebooknya di like oleh seorang laki-laki yang
memiliki kualitas yang lebih baik dari gue. Gue pun cemburu. Bayangin,
postingan yang gak berguna sama sekali di like oleh cowok, dan gue cemburu, ini
setara dengan level cabe-cabean.
Terkadang rasa cemburu gue muncul, ketika cewek tersebut selfie bareng dengan seorang cowok yang
kebetulan adalah teman SD gue. Hal ini membuat gue berjuang untuk mendapatkan
hatinya. Gue dibantu oleh teman-teman gue. Ada 3 orang, semua cowok dan
syukurlah mereka gak homo. Kebetulan, waktu itu sekolah mengadakan sebuah acara
yang sedikit ngawur tapi menguji keberanian kita. Yaitu, mengirim surat kepada
seseorang. Cowok kirim ke cewek dan cewek kirim ke cowok. Yang mengantar surat nanti adalah anak TK,
beneran anak TK. Gue pun berpikir kembali, gimana kalau gue kirim surat kepada
cewek tersebut? jika surat itu diterima, apakah perasaanya padaku akan berubah?
apakah kita akan menikah dan dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Dika
Jayawibowo?. Khayalan yang penuh dengan penderitaan, sampai-sampai nama anak
pun terpikirkan.
3 teman gue membantu gue untuk menulis surat tersebut. Isi surat
tersebut adalah (gue cuma ingat sedikit) ‘Halo,
aku selalu memandangmu dari atap rumah gue (padahal jarak rumah puluhan km).
Gue ingin mengenal lo lebih dalam lagi.’
Setelah surat tersebut tersampaikan ke cewek tersebut, terjadinya
gosip-gosip ibu-ibu cabe-cabean. Teman dekat cewek tersebut mulai mengira bahwa
pengirim surat tersebut adalah gue. Namun, gue berpura-pura tidak tau siapa pengirimnya.
Esok harinya, gue membuka Facebook gue. Tiba-tiba, semua postingan gue
gak dilikenya. Gue terkejut dan panik. Gue pun mulai menulis postingan ngawur,
seperti ini: ‘Maaf aku sudah melakukan sebuah kesalahan terhadapmu, aku harap kamu
bahagia nanti.’ Dan betul, sekarang dia sudah bahagia dengan cowok lain,
kampret!.