Wednesday, December 30, 2015

Balada Main Facebook

Facebook merupakan salah satu jejaring sosial yang sering sekali di pakai oleh kalangan anak muda zaman sekarang. Bahkan, menurut gue, perkembangan anak Alay di mulai dari mulainya bermain Facebook.

Sering sekali anak Alay berkembang di jejaring sosial tersebut, bahkan gue sendiri juga begitu. Gue merupakan anak Alay yang bermain Facebook dan menyalahgunakan cara menggunakannya, seperti foto dengan alay, buat status alay, dan serba alay lainnya. Gue beri contoh seperti ini:

“Hariyo Membuat Status Baru: Duhhhhhh, hari ini hari senin, aku belu m siap PR, belum cuci baju, belum makan, belum boker, belum cuci bulu ketek, pokoknya belum deh. IHHHHHH.”
“Eh aku bobok cantik dulu ya, udah ngantuk banget, besoknya kan mau sekolah. Tidur dulu. Guddd Niteee.”

Gue rada-rada malu sendiri, dan sesaat setelah gue membuka Facebook gue dan melihat semua foto-fotonya dan status yang pernah gue tulis di Facebook, ternyata gue ALAY. Bahkan lebih parah dari alaynya ABG sebelumnya. Gue hampir pernah mau di laporin ke polisi, bombastis abis.
Tapi dalam kealayannya, seseorang memiliki beberapa tipe saat dia menjadi alay:
1. Alay Ganas
2. Alay Lembut
3. Alay Gila (gila beneran).

Alay Ganas itu apaan? Kena tumor ganas gitu? Ya engak lah. Menurut gue, Alay Ganas merupakan suatu tipe alay yang melakukan hal ekstrim. Biasanya sih, hal-hal ekstrim yang di lakukannya di luar batas imajinas manusia. Misalnya seperti ini:

“Aduhh, hari ini aku ketemu Justin Bieber dia pakai sempak bergambar Barbie, terus aku ambil sempaknya sebagai pajangan di rumah, ihihihihihihihi.”
Tapi beda lagi dengan Alay Lembut. Apaan itu Alay Lembut?. Alay Lembut itu merupakan suatu tipe alay yang melakukan hal-hal alay tapi dengan cara lembut. Misalnya, seperti ini:
“6U3 64K K3N4L 54M4 L0, 53K4R4N6 L0 K3LU4R 4T4U 6U3 P3N664L.”
Tuh kan, alay nya lembut, lembut buat mata orang katarak.

Yang terakhir adalah Alay Gila alias Gila Beneran. Alay Gila itu tingkahnya seperti orang gila? Sudah pasti iya. Dan gak perlu gue jelasin lagi, karena diantara kalian semua yang membaca ini, sudah pasti kalian pernah mengalaminya. Jadi sadarilah sendiri wahai para alay.

Tapi dalam perkembangan para alay di Indonesia, di alami saat dia pertama sekali menggunakan jejaring sosial. Facebook, Twitter, dan Instagram adalah contohnya. Para alay lahir dari 3 jejaring sosial ini. Penyakit alay gue sendiri lahir saat gue pertama kali menggunakan jejaring sosial, yaitu Facebook.

Di Facebook, gue sering sekali menulis kalimat-kalimat yang menurut orang kurang kerjaan, bahkan parahnya di kira orang gila. Gimana bisa, orang gila punya Facebook. Namun tingkat kealayaan gue masih berada di bawah rata-rata. Gue selalu tidak nyaman, saat ada seseorang invite gue, terus gue melihat namanya aneh banget. Contoh Budi Cayank Celalu, Budi Ajahhh, dan nama alay lainnya (kenapa mesti Budi sih?).

Ada juga, seseorang menggunakan nama pekerjaan dan asal pekerjaannya dengan kalimat alay. Contohnya, Budi: Bekerja di  BENGKEL CINTA, Tinggal di PUJAAN HATI WANITA. Oh Tuhan, alay macam apa ini. Kalau begini terus, reputasi para pekerja bengkel mobil akan di musnahkan oleh pekerja BENGKEL CINTA dan alamat rumah gue jadi PUJAAN HATI WANITA.

Tingkat kealayan bisa di lihat saat dia menggunakan huruf-huruf alay. Contohnya, nama Sukirman menjadi 5UKIRM4N Cy@nk C3l4lu. Sampai sekarang pun, anak alay masih saja berkembang di Indonesia. Dalam setiap segi dan ciri khasnya.

Saturday, December 19, 2015

Single Nonton Single

Hari ini, tepat di malam minggu yang ngenes, gue mengadakan janjian bareng teman untuk pergi nonton film Single. Film yang baru di rilis pada tanggal 17 Desember kemarin.  Sebelum menonton filmnya, gue lebih dulu menonton trailernya, karena penasaran dengan cerita tersebut. Kurang puas dengan trailernya, gue menunggu filmnya di rilis, dan pada hari ini gue akhirnya bisa nonton juga.
Sebelumnya, gue di antar Bokap menuju rumah teman gue, Vincent. Rencana pergi kerumah Vincent untuk mengurus kerjaan baru gue, yaitu membuat stiker LINE yang masih proses pengeditan digital. Sekalian, gue numpang mobil Vincent untuk pergi ke Center Point.

Namun, sayangnya waktu sudah tidak mencukupi, computer Vincent di pakai adiknya dan gue terpaksa merelakannya. Gak mungkin gue rebut paksa komputernya sampai-sampai gue bawa pulang.
Klakson mobil berbunyi dari bawah menunjukkan mobilnya sudah datang. Kami bergegas turun. Di jemput oleh Nyokap Vincent, gue sambil menyapa dengan senyum penuh suka cita (Mana tau gue di tawarin sesuatu). Di tengah-tengah perjalanan, gue mendapat Question of Life dari Nyokapnya Vincent. Berikut adalah dialog percakapan Nyokap Vincent dan gue.

Nyokap.V: Ini temanmu yang namanya siapa?
Vincent: Hariyo, Ma.
Nyokap.V: Ohh, Hariyo yang suka buat komik ya?
Vincent: Bukan, Ma, yang nulis buku.
Nyokap.V: Ohh, iya, yang suka nulis buku.
Hariyo: (senyum malu-malu kucing)
Nyokap.V: Kamu kok bisa jadi pintar nulis? Resepnya apa sih?
Hariyo: Ehh….(sambil mikir mau bilang apa), rajin-rajin baca buku
Nyokap.V: Ai juga suka baca buku, tapi kok gak bisa pandai nulis kayak kamu ya?
Hariyo: Ehh, mungkin karena kurang bakat dalam bidang itu.
Nyokap.V: Jadi novel mu sekarang sudah di kirim ke penerbit?
Hariyo: Belum                             
Nyokap.V: Kok belum?
Hariyo: Karena gak ada waktu.
Nyokap.V: Loh, ini aja bisa ke CP (sambil ketawa)
Hariyo: Iya, Cuma punya waktu dikit.
Nyokap.V: Kamu ada karya lain gak?
Hariyo: Ada, tapi gak pernah di publikasikan.
Nyokap.V: Loh kenapa? Kamu menganggap itu semua gak berguna?
Hariyo: Nggak kok, karya ku cuma bisa membuat orang bahagia, tertawa, dan itupun tidak di pungut biaya.
Nyokap.V: Nggak boleh seperti itu, kalau punya karya itu harus di publikasikan dan juga ini untuk dirimu juga, bisa dapat penghasilan dan hal yang baik dilakukan.
Hariyo: Iya (sambil tersenyum)
Nyokap.V: Tanggal lahirmu berapa?
Hariyo: 25 Desember 1999
Nyokap.V: Coba ai lihat kamu bakatnya di mana.

Beberapa menit kemudian..

Nyokap.V: Benar, bakatmu memang adanya di menulis, jadi teruskan aja bakatmu itu, ya.
Hariyo: Iya, ai.

Gue harap, yang baca dialognya harus bersabar karena panjang. Kami pun sampai di sekolah milik Nyokapnya Vincent. Nyokapnya Vincent turun dan di ganti oleh supirnya. Kami melanjutkan perjalanan.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di CP. Dengan cepat, kami bergegas menuju Cinema XXI untuk membeli tiket. Setelah membeli tiket, kami pun turun. Karena ada yang belum makan siang, jadi kami pun pergi makan di Ayam Penyet Ria. Kebiasaan gue saat pergi kerumah makan atau restoran adalah mencari WIFI dan bertanya passwordnya. Kebiasaan buruk yang harus di hilangkan, maklum gak ada sinyal.

Selesai makan, menuju paper clip, sekalian membeli pulpen. Isi dompet hampir habis. Kembali ke atas pergi ke Dairy Queen membeli eskrim. Tau-taunya makan sendiri. Film sudah mau di mulai, kami pun menuju Cinema XXI. Dengan duduk di tengah dengan samping kiri dan kanan adalah cowok, gue merasa masih sendiri kalau gak ada cewek di samping gue, memang cocok sesuai judul film dan keadaan, Single.

Film pun di mulai. Niat ngerekam pakai snapchat, tiba-tiba sinyal putus. Dan jika gue rekam, gue bakal di tangkap petugas. Mending gak rekam. Suasana pun mulai terasa sangat hangat, tanpa sadar gue pipis sedikit di celana gue (bercanda). Ada suasana tawa karena komedinya, ada suasana sedih karena kejadian nyeseknya, ada suasana romantis dan lainnya.

Saat film tersebut selesai di tonton, gue mendapat suatu penceharan, bahwa gue lebih ngenes dari tokoh utama dalam cerita itu. Di akhir film, tokoh utama tersebut gak single lagi gue di akhir hidup apakah akan single lagi? Sial.

Gue juga mikir-mikir yang saat ini gue menyukai seorang wanita, dimana gue gak bisa mengungkapkannya. Gue belum bisa dan sanggup memberitahunya. Dan masih banyak yang harus gue lakuin ketika gue bisa menungkapkannya. Namun, gue akan merelakan jika dia bisa bahagia dengan yang ia dapat. Itulah yang gue dapat saat gue menonton film ini (Baper).


Wednesday, December 9, 2015

Hari Penolakan

Di tolak merupakan suatu hal yang wajar sekali, ketika kita mengungkapkan perasaan kita terhadap orang yang kita suka. Beberapa beberapa alasan kenapa cewek menolak cowok tersebut,
1.      Kita temenan aja
2.      Kamu terlalu baik buat aku
3.      Kamu sudah ku anggap sebagai saudaraku sendiri
4.      Kamu kan yang jadi langganan ojek komplek sebelah.

Beberapa alasan muncul pun datang saat kita menembak cewek, dengan pistol, ini kok jadinya hukuman mati. Gue sendiri kalau soal menembak cewek, gue gak begitu jago. Apalagi ceweknya yang memiliki banyak alasan saat nembak gue nembak dia. 

Gue sendiri agak trauma dengan kejadian penembakan cewek yang gue suka. Hal itu membuat gue minder saat menembak cewek. Bukan soal takut di tolaknya tapi ucapannya ke gue yang jadi menakutkan.

Apanya yang menakutkan? Gue ceritain. Ceritanya pada saat SMP, gue tertarik dengan cewek yang mungkin bagi kalian jelek, tapi bagi gue biasa aja (terus cantiknya mana?). Gue mulai tertarik dengan cewek tersebut. Setiap hari, gue selalu berusaha untuk mendapatkan hatinya, menarik perhatiannya, dan membuat dia tertarik dengan gue.

Biasanya yang gue lakuin ketika tertarik dengan cewek adalah selalu berusaha untuk menjadi orang yang humoris, tampil oke dalam segala bidang, dan menjadi orang yang keren dan berwibawa. Dan satu hal lagi, JADI ANAK YANG ALIM. Cewek terkadang suka dengan sifat cowok seperti itu. Cewek bakal lebih nyaman dengan cowok yang alim, apalagi soal curhat. Asal jangan curhat tentang pacar barunya, ambil golok aja itu.

Setiap hari gue selalu berusaha menjadi yang terbaik di matanya. Teman-teman gue menyadari kalau gue sedang jatuh hati pada cewek tersebut. Gue di saranin untuk nembak dia sebelum terlambat. ‘Har, cewek ini lumayan cantik. Kalau gak nembak sekarang, mungkin dia sudah di rebut oleh orang lain,’ sahut teman gue. Dia memang lumayan cantik, tapi kalau dia di tembak oleh cowok ganteng, wah, mungkin gue bakal mati rasa.

Kalau dia nolak cowok ganteng yang nembak dia, apalagi gue yang jelek gak karuan di tolak oleh cewek tersebut, gue siap ambil air dan siram ke muka gue (persiapan sholat jumat).
Pertama-tama, gue memberi kode buat dia. Gue merasa memberi kode itu penting sekali saat kita tertarik dengan cewek. Misalnya, ketika dia meminta tolong pada kita, kita membantunya lebih yang dia harapkan, tapi jangan berlebihan amat. Misalnya dia meminta kamu membantu dia untuk mengerjakan PR matematika tentang trigonometri, lalu kamu mengerjakan soal 1+1=2, kayaknya dia bakal benci kamu seumur hidup.

Soal membenci, gue juga pernah kena sekali, karena ketahuan suka dengan cewek tersebut, lupakan. Kembali ke topik.

Gue rasa mungkin saatnya gue menembak cewek tersebut. Rencananya sih, gue nembak sebelum hari libur sekolah, biar kesannya keren gitu, nembak di Hari Halloween (emang ada libur sekolah Halloween di Indonesia?). Waktu itu kebetulan sudah selesai ujian. Gue berencana nembak dia langsung. Pertama-tama sih, gue berencana meminta dia ketemuan dengan gue, alasanya temani gue pergi membeli barang dan kabar baiknya, dia mau.

Esoknya, gue memakai baju yang rapi, dasi dan wajah yang di penuhi jerawat, gue dempul pake semen. Pulang sekolah dia sudah menunggu gue. Gue mengajak dia pergi ke tempat yang lumayan sepi. Gue mulai menembak dia dan mulai berkata-kata,

‘Ehhhhh, aku mau ngomong sesuatu sama kamu’
‘Ngomong apa?’

‘Bbbbegini’

‘Bilang aja’

‘Kkkamu ma….’

‘Tunggu!’

‘Kenapa?’

‘Kalau lo mau nembak gue, gue gak mau. Oke tadi mau ngomong apa?’

‘Maaf ya, Bokap udah jemput.’

Gue belum sempat ngomong “KAMU MAU GAK JADI PACAR” malah di tolak duluan. Saat itu, gue jadi trauma kalau soal nembak cewek. Apalagi saat gue suka sama cewek, gue bakal menyerah duluan karena mental gue belum siap. Kisah cinta yang tragis berujung penolakan yang tragis.


Tuesday, December 8, 2015

GO-JEK Story

Kejadian ini bermula sekitar sebulan yang lalu. Jadi, gue dapat kabar yang mungkin juga membuat pecinta Naruto merasa bahagia sekali, karena akhirnya Boruto sudah masuk ke Indonesia. Kita bisa melihat, pemerintah akhirnya mencantumkan status WNI buat Boruto dan di beri lebel SNI (bercanda).

Gue pun membuat tanggal janjian bareng teman gue yang ingin menonton. Lumayan banyak. Esoknya, kami berkumpul di kelas berunding tentang menonton film tersebut. Di mulai dari harga tiket, transport, makan, dan pulang entar gimana. Lokasi bioskopnya lumayan dekat dari sekolah. Kalau naik kendaraan dekat, jalan kaki jauh.

Ada beberapa orang yang ikut dan ada yang tidak ikut. Ada yang karena gak punya uang, dan ada yang pake minjem segala (itu gue). Pulang sekolah, kami menunggu di kaki lima dan membicarakan masalah berangkat. Ada yang naik mobil dan naik motor. Teman gue bertanya pada gue, “Har, lo naik apa?”, “Gue naik Go-Jek,” gue menjawab dengan bangga.

“Go-Jek bukannya belum masuk Medan?”, “sudah kok, makanya aku download aplikasinya kemarin,” gue menjawab. Semua berpencar pergi. Gue sendiri pergi mengantar adik menuju bus. Setelah mengantar, gue mulai memesan Go-Jek.

Sambil membuka GPS, gue berusaha mencari lokasi tujuan yang akan di tuju. Gue ketik “LIPPO 
PLAZA MEDAN” dan gak ada. Oh tidak, gue mulai panik. Yang lebih parahnya, batere handphone gue tinggal sedikit. Gue berjalan menuju tempat dimana nanti drivernya menjemput gue. Rada-rada sok keren itu kayak gini, jadinya gue yang gaptek di saat seperti ini. Waktu menunjukkan angka 12.30 dan film akan di mulai jam 13.00. Gue gak punya banyak buat mesan Go-Jek lagi. Gue mengambil tindakan esktrim, jalan kaki ke Lippo Plaza Medan. 

Sambil menghubungi teman, gue jalan kaki dengan tengah teriknya matahari. Berniat meminta tumpangan, guenya gak ada ongkos. Pengen pasang muka kasihan biar di kasih tumpangan, guenya ada hape canggih. Keinget ada uang Ringgit di dompet dan pengen di tukarin ke Money Changer, gue lupa kalau gak bawa dompet. Sial-sial. Sambil berlari-lari di kejar polisi, gue pun harus mengejar waktu sebelum 13.00.

Teman-teman gue sudah pada disana dan mereka pada mengira gue naik Go-Jek. Sambil berlari-lari, gue menyebrang jalan dengan cepat. Tepat di Jalan Kesawan, gue hampir di tabrak mobil. Gue hampir mati, hampir mati, terima kasih Tuhan.
Gue masih berjalan dan perjalanan masih jauh. Sambil berjalan terus, gue menghubungi teman gue dan lagi-lagi gak di angkat. Gue berjalan, melewati Sun Plaza dan Cambridge. Tanpa sadar, gue sudah jalan ke arah yang salah. Gue hampir tersesat. Gue mulai berhalusinasi kalau gue tersesat, sampai gak pulang-pulang, mungkin wajah gue akan di pasang di spanduk dan di baliho dekat jalan. Gue pun mendapat ide cemerlang. Akhirnya gue membuka Google Maps dan mengandalkan batere handphone yang tersisa. Gue berjalan mengikuti arah yang di tuju Google Maps. Tanpa sadar, gue berjalan di jalan yang salah. Dengan tenaga yang tersisa dan kaki yang hampir patah,akhirnya gue sampai di Lippo Plaza Medan. Beranjak ke atas menemui mereka, gue seperti orang yang abis makan cabe rawit 10 bungkus. Muka gue begitu merah, baju gue begitu basah, dan kaki gue hampir patah.

“Lo naik apa, Har?”                                                     
“Jalan kaki”
“Hah? Serius?”
“Iya, lo gak lihat gue udah kayak cacing kepanasan?”
“Tapi katanya naik Go-Jek”
“Lagi gelek, jadi gak bisa mesan Go-Jek.”

Gue menanggap gue yang paling sial hari ini, dan ternyata tidak. Teman gue, Anggi barusan kena tilang dan harus mengeluarkan uang Rp.200.000 untuk membayar denda. Oke, kita senasib, teman. Sialnya lagi, filmnya batal tayang dan harus menunggu hingga senin depan, kampret. 
Hal itu memberikan gue pelajaran. gue gak boleh rada-rada gaptek di saat seperti ini. Sialnya lagi, saat kembali ke sekolah, gue jalan kaki kembali. Tapi kali di temani teman. Setelah setengah jalan, gue di traktir naik becak karena sudah kelelahan. Kebetulan jaraknya udah dekat, jadi ongkos berubah menjadi Rp.7000. Terima Kasih Jovin.