Tuesday, June 21, 2016

Tentang Mengedit

Gue baru kelarin beberapa halaman naskah gue yang akan segera gue akhiri pada akhir Juni nanti. Semoga kelar dengan baik. Masih ada 20-an halaman lagi sebenarnya. Mumpung gue sedang mager untuk menulis, gue sekalian mau nge-share hal-hal yang biasa gue lakukan ketika lagi mengedit. Siapa tahu membantu temen-temen yang juga juga lagi nulis buku.


1. Kasih Jarak Dulu

Sebelum mengedit tulisan kamu, simpen dulu tulisan tersebut minimal satu minggu. Begitu kamu selesai menulis draft 1, jalan-jalan dulu, lupakan tentang naskah kamu. Baru, setelah seminggu, kembali ke naskah kamu. Dengan memberikan waktu/jarak seperti ini, pasti mata kamu dalam membaca naskah kamu akan lebih fresh. Mata kamu akan menjadi mata seorang pembaca yang bisa melihat kesalahan-kesalahan yang mungkin tidak terlihat sewaktu sedang menulis dulu.

2. Lebih Padat Lagi!

Bagi gue, mengedit lebih berarti memotong, atau merampingkan. Gue akan lihat kalimat-kalimat yang bisa dibuat lebih "padet". Gue akan coba menggunakan kata yang lebih sedikit untuk tujuan yang sama. Misalnya, di naskah ada tulisan: "Gue sama sekali enggak tahu apa gue harus pergi ke sana atau tidak." Kalimat ini akan gue buat lebih padet dengan menulisnya seperti ini aja: "Gue bingung ke sana apa enggak." Kalimat dengan jumlah kata yang sedikit seperti ini membuat tulisan kita tidak terasa "sesak" dan "ramai".

3. Kurangi Kalimat Pasif

Gue pasti sebisa mungkin menggunakan kalimat aktif. Setiap kali gue nemu kalimat pasif, pasti gue ubah menjadi aktif. Seperti misalnya: "Ketimun itu diambil Akbar" akan gue ganti menjadi "Akbar mengambil ketimun". Penulisan kalimat dalam bentuk aktif akan membuat pembaca bisa membayangkan kalimat tersebut dengan lebih visual. Kalimat aktif juga membuat pembaca merasa tulisannya bergerak maju, dan orang-orang ditulisan tersebut terasa melakukan kegiatan.

4. Speaker Attribution

Speakter attribution berarti frase yang menandakan siapa yang berbicara dalam kalimat langsung. Misalnya "kata Akbar", atau "kata gue", atau "kata Nyokap". Biasanya dalam mengedit gue akan membuat dialog menjadi lebih enak divisualkan dengan mengganti/mencampurkan speaker attribution dengan sebuah kegiatan.

Misalnya:
“Bar, gue mau bicara sesuatu sama kamu” kata gue.

“Bicara apa?” tanya Akbar.

“Aku suka kamu” kata gue.

“Aku juga suka kamu” kata Akbar.

Gue edit menjadi lebih visual dan tidak membosankan menjadi:

“Bar, gue mau ngomong sesuatu sama lo?” kata gue.

“Ngomong apa?” tanya Akbar sambil mengusap kacamatanya.

“Gue suka sama lo” kata gue dengan wajah memerah.

Akbar memakai kacamatanya, “Gue juga suka sama lo” kata Akbar.

Kenapa dialog ini jadi homo begini. Maaf, ini hanya contoh.

4. Cek Typo

Selalu cek dan re-check tulisan kamu sudah bebas kesalahan ketik. Tidak ada yang lebih nyebelin buat editor penerbit baca selain naskah yang banyak salah ketik.

5. KISS = Keep It Simple, Stupid!

Gue adalah tipe penulis yang selalu menghindari penggunaan kata yang terlalu berat. Kalau gue nemuin kata seperti ini dalam buku gue: "Dia harus lebih konsisten dalam mengaktualisasikan idenya." biasanya gue akan ganti menjadi "Dia harus lebih sering mewujudkan idenya." Kata-kata dalam Bahasa Inggris yang keluar pas lagi nulis draft pertama seperti "gesture" gue pasti rubah menjadi "sikap". Sebisa mungkin gue menulis dengan istilah yang lebih banyak orang tahu. Semakin simpel, semakin baik. Menulis bukan untuk memberitahu kamu pintar dan ngerti banyak kata-kata aneh, tapi untuk mengkomunikasikan cerita kamu secara efektif kepada pembaca.

6. Struktur Dulu, Baru Komedi

Karena gue adalah penulis komedi, sewaktu menulis gue berusaha untuk tertawa pada jokes gue. Kalau gue ketawa, berarti jokesnya berhasil, paling enggak buat gue. Kalau lagi editing, gue emang jarang ketawa sama jokes yang gue buat sebelumnya (karena udah tahu apa jokesnya apa). Tapi, biasanya gue akan selalu mencari celah untuk memasukkan komedi ke dalam tulisan gue sembari gue mengedit.

Buat kamu yang mau menulis komedi, jangan takut kalau dalam draft pertama tulisan kamu belum lucu. Komedi akan datang sendirinya kalau struktur tulisan kamu sudah rapih dan benar. Konsentrasi dulu dengan cerita yang mau kamu sampaikan, dan komedi bisa ditambahkan/dieksplorasi pada saat rewriting. Hindari penulisan komedi yang malas seperti memasukkan tebak-tebakan, cerita lucu, ini semua harus dihapus pas lagi ngedit tulisan kamu.

7. Hindari Hal-Hal Klise

Gak tahu dengan penulis lain, tapi gue gak terlalu suka dengan penggunaan istilah yang klise seperti "Dia seperti tong kosong nyaring bunyinya", atau "Dia cewek terindah yang pernah gue lihat", atau "Gue cinta sama dia setengah mati". Istilah klise ini selain sudah terlalu sering digunakan, juga tidak memperkaya tulisan kita sendiri. Setiap kali ngedit, gue mencari istilah-istilah klise ini, membuangnya, dan mencari metafor lain yang belum pernah dipakai sebelumnya.

8. Udah kelar? Edit lagi!

Writing is rewriting. Kalau kamu pikir editan kamu udah bagus, kasih jarak seminggu, lalu baca ulang dan edit lagi. Ulangi sampai kamu merasa tulisan kamu sudah benar-benar bagus. Kecuali kalo kamu ditungguin editor dan naskahnya sudah masuk deadline mau terbit.

Semoga membantu calon-calon penulis yang juga lagi nulis/ngedit tulisannya.



Sunday, June 12, 2016

Ingatlah Ini Sesudah Mengompol

Ngompol merupakan salah satu hal yang memalukan ketika masih kecil atau bahkan yang sudah besar masih saja bisa ngompol.

Sejak SD, gue sering mengompol dan bahkan di sekolah gue malah sering ditertawakan. Gue pernah sekali mengompol ketika kelas 2 SD dan syukurlah tidak ada yang tahu.

Namun, kejadian ngompol masih terus berlanjut saat gue sedang  pergi keluar kota, yaitu Surabaya.

Di Surabaya, gue ketemu saudara gue yang udah kerja dan jadi Bos di sebuah perusahaannya. Saat itu gue masih kelas 5 SD dan gak tau apa-apa. Kebetulan saudara gue membuka bisnis bidang mainan. Saat gue sampai di rumahnya, banyak sekali mainan-mainan yang bakal dijual dan dikirim. Bisnis saudara gue memang terkenal sukses karena pernah mengirim barang di kota-kota luar seperti, Sidoardjo, Gorontalo, Kalimantan, Bali, dsb.

Gue sering memainkan mainan tersebut hingga rusak. Gue juga sering dengan usil membuka plastik mainan tersebut hanya untuk dimainkan, bahkan pernah gue ambil diam-diam. Jangan ditiru ya, guys.

Di Surabaya, gue di ajak ke Pasar Atom, ITC Surabaya, Galaxy Plaza, Tunjungan Plaza, dan tempat lainnya. Disaat suatu peristiwa ketika gue diajak makan malam dengan saudara gue di sebuah rumah makan yang didirikan oleh orang Medan keturunan Tionghoa. Gak perlu gue kasih tahu juga, sih. 

Kebetulan waktu itu, saudara gue yang kuliah di China datang membawa pacarnya dan saudara dari paman gue yang kebetulan orang China asli dan berbahasa. Dia ngelihat gue seperti bocah ingusan kekurangan gizi, dan untuk pertama kalinya, dia berbicara sama gue dengan bahasa mandarin. Gue hanya bisa bilang, “ching chong chang.”

Momen yang paling parah dan gak ketahuan oleh saudara gue adalah di saat gue ngompol di kamarnya.

Saat itu, malamnya kami tidur dengan nyenyak dan kebetulan gue dan saudara gue satu ranjang (karena gue jomblo jadi gak ada pilihan lain). Terus gue ingat, gue sedang bermimpi lagi mandi di kamar mandi yang begitu mewah dan ada showernya. Terus gue pergi mandi disana dan gue juga buang air sekalian disana.

Realita nya, gue ngerasa aja yang mengalir begitu cepat di kaki gue dan saat gue sadar bahwa AIR TSUNAMI DARI GUE SUDAH MEMBASAHI RANJANG SAUDARA GUE. Gue terbangun dan kaget dan hampir berteriak. Waktu itu luas permukaan dari bekas ngompol gue tersebut hampir mendekati area tidur saudara gue.

Gue cepat-cepat nutupin pake spray tempat tidur saudara gue sampai-sampai gue berdoa sama Tuhan: Tuhan semoga gue gak ketahuan ngompol dan tolong segera keringkan ngompol gue tersebut. Setelah saudara gue bangun, gue pura-pura tidur lagi dan gue bangun lagi.

Abang gue lalu turun ke ranjang yang tadi gue tidur sambil merasakan aura yang tidak enak. Lalu dia bertanya dengan keras “Elu ngompol ya” gue hanya bisa pura-pura gak dengar, saudara gue juga kagak dengar dan nyuruh gue dan abang gue untuk segera mandi dan pergi ke bawah. Dan untungnya, abang gue sudah lupa akan momen itu.

Pesan Moral: Kalau kalian sudah terlanjur ngompol, berdoalah agar tidak ketahuan.


Friday, June 10, 2016

Uji Nyali



WAKTU itu, kelas 5 SD. Gue dan teman SD gue, Kelvin Thomas dan Andreas (sudah lupa siapa-siapa saja yang terlibat), kami ingin adakan uji nyali. Sekolah SD gue, memang terkenal akan angkernya. Banyak penampakan yang terjadi saat gue sekolah di sana. Waktu itu, ada sebuah bangunan yang mau di renovasi. Kebetulan sudah setengah jadi. Tepat pukul 7 sore, gue sedang les malam.

Kebetulan, gue masuk sekolah siang, otomatis lesnya juga pasti sampai malam hari. Andreas, teman SD gue,  yang sok jantan, dengan ngawurnya mengatakan kalau dia melihat pocong di bangunan itu. "Woi, gue melihat pocong di bangunan itu!" seru Andreas, sampai teriak-teriak. 

Teman cewek gue semua pada histeris dan ikut menyaksikan apa yang Andreas saksikan (yaitu Pocong). Terus, dia ngajak gue untuk kesana. Kebetulan, waktu itu sedang mati listrik dan gelap banget. "Har, kesana yuk!" kata Andreas sampai dengan semangatnya. "Gak ah, gue takut entar terjadi sesuatu" kata gue, sambil ketakutan. Andreas ngatain gue penakut. Gue jadi emosional dan ingin ikut gabung.

Gue ajak Kelvin Thomas untuk melakukan ekpedisi. "Tenang aja, gue pake kalung jimat kok" kata gue dengan bangganya pake kalung tersebut. Kami pun naik ke lantai paling atas, di mana Andreas melihat sosok pocong berada. Gue naik ke lantai paling atas, sampai di sana, gue ikut merinding dan gak tau mau ngapain. Karena tempatnya gelap banget.

Terus, gue dengan beraninya jalan-jalan, keliling-keliling kayak orang kesurupan (bentar lagi juga kesurupan). Teman gue langsung lari, sambil teriak "SETANNN!". Gue kaget beneran, lalu gue langsung lari dengan cepat ke lantai paling bawah. Kampret, teman macam apa itu, sampai tinggalin temannya di tempat gelap.

Tapi gue bangga, karena gue berhasil mengetes keberanian gue (teman gue, Andreas yang sok berani, malah kabur duluan).

Kejadian kembali terulang saat kelas 6 SD. Waktu itu, teman gue ngarep berkata bahwa ia memiliki kemampuan mata untuk melihat makhluk astral. Julwandy, orangnya gemuk dan besar banget. Memakai kacamata dan orangnya putih. Saat itu kami sedang les sore, kebetulan kami duduk dekat jendela. Anginnya berhembus kencang banget. Gue dan teman-teman gue lainnya menikmati ketenangan dari hembusan angin itu. Lalu, tiba-tiba teman gue, Julwandy, berteriak, "Woi, ada kuntilanak!".

Teman gue yang duduk sekitar sana langsung menyerbu melihat dan berkata "Mana-mana?", "Itu di sana" kata Julwandy. Lalu teman gue yang satu lagi, namanya Kevin Jordan, Bokapnya seorang Pendeta. Dia juga, dengan ngawurnya berkata, "Tunggu-tunggu, gue buka mata batin dulu ya" lalu dia berkata, "Iya, beneran ada kuntilanak, lagi duduk di pohon itu."

Gue heran dan terkejut, kok pada rame-rame melihat kuntilanak, sementera gue hanya bisa lihat pohon mangga yang goyang-goyang di hembus angin kencang (kalau gak salah, gue melihat ada bocah lagi pipis). Terus, teman gue Julwandy bilang, "Siapa yang mau lihat kuntilanaknya? sini, gue bukain." Teman gue semua pada ngantri, hanya ingin melihat kuntilanak doang.

Gue juga ikut penasaran, lalu gue mintain teman gue,  Julwandy, untuk membuka mata batin gue. "Oke, sini gue bukain, coba tatap mata gue" kata Julwandy. Gue menatap dengan fokus dan menatap terus sampai gak terjadi apa-apa. ‘AWWWW!’.

"Kenapa?" tanya gue dengan wajah keheranan, "Gue gak bisa buka mata batinmu, Har, ada Dewa Angin!" (makin ngawur). Gue mikir-mikir, apaan lagi sih, tadi kuntilanak, mata batin, sekarang Dewa Angin, lo kira Avatar?. Mungkin, saat gue ke gedung renovasi, gue gak terjadi apa-apa karena ada Dewa Angin di tubuh gue (ngawur level 10).

Kejadian tersebut serupa lagi sekitar 2 minggu kemudian. Sama seperti yang tadi, gue lagi les sore bareng teman-teman gue. Saat les, teman gue minta izin ke toilet. Setelah kembali, dia bercerita keanehan sebuah kelas (kali ini ngawurnya tingkat apaan lagi?). "Tadi gue lihat ada orang ketawa di kelas sebelah" kata teman gue, namanya Febrick. Teman gue, Andika yang penasaran dengan gue pergi izin ke toilet.

Rencananya, kami pergi ke toilet dulu, lalu ke kelas angker tersebut. Setelah kami ke toilet, kami pun pergi ke tangga itu. ‘Gue pergi dulu, entar gue kasih aba-aba’ kata Andika. Gue langsung bilang "Oke" aja. Lalu Andika pergi duluan. Gue cuma nunggu di bawa tangga. "Dik, gimana?", gak ada suara sama sekali. Gue yang merasa curiga, langsung beranikan diri ke atas. Sesaat gue sampai di tangga, tiba-tiba sudah gak ada orang. Kampret, Andika ninggalin gue.

Gue langsung lari cepat dan pergi ke kelas gue. Sesampai di kelas , teman gue langsung ketawain gue, karena gue di tinggalin sendirian. "Wah, bahaya Har, mata lo jadi kuning!" kata Febrick ngawur. Gue jadi bingung dan heran, apa hubungan kelas angker, ada suara cewek ketawa, terus mata gue jadi kuning? Emang gue pake softlense?