Sejak TK, perayaan ulang tahun sudah pernah gue
lewati. Gue masih ingat pertama kali gue datang ke sebuah acara ulang tahun
teman gue namanya Ratna. Acara masih seperti acara anak TK baru akil balik
kebanyakan. Ada begitu banyak kue dan telur warna merah, sepertinya perlu di
kerok karena masuk angin.
Acara terebut juga ada pembawa acara atau MC. MC-nya
adalah seorang ibu-ibu sok gaul. “Hai, guys, kita akan merayakan ulang tahun
dari Rranatha..” wajah gue sempat terkena air dari mulutnya ketika dia menyebut
nama Ratna yang begitu gaul.
Selain datang ke acaranya, gue juga ikut serta dalam
games yang disediakan. Gamesnya seperti menghitung jumlah anggur dan lomba
membuka kulit jeruk. Gue mengikuti games pertama, yaitu lomba menghitung anggur.
Lomba dimulai dengan kekalahan gue dalam berhitung. Ini bisa memperlihatkan
sisi bego dari seorang Hariyo Wibowo, menghitung anggur saja bayi 5 bulan juga
bisa.
Lomba selanjutnya yaitu mengupas kulit jeruk dan
dimenangkan oleh gue. Pertama kalinya gue menang dengan bangga dalam sebuah
games bocah, yaitu mengupas kulit jeruk. Ini bisa memperlihatkan sisi cemen
dari seorang Hariyo Wibowo, mengupas jeruk saja Mama Lauren juga bisa.
Hadiah yang gue dapat dari kemenangan gue adalah
sebuah botol minum plastik dan bonus jeruk yang baru gue kupas. Jeruknya gue
makan dan botol minumnya gue bawa pulang, botol minum yang sekarang menjadi
tempat dimana peliharaan gue pipis, kreatif bukan? Bego bukan?
Acara ulang tahun kedua yang gue hadiri sekitar
beberapa bulan yang lalu yang diadakan di Restoran Kalasan. Saudara gue yang
sudah mempunyai anak genap berumur 5 tahun. Dia menyuruh gue untuk datang ke
acara tersebut. Gue memakai kaos merah, jam tangan, dan kacamata. Dan jangan
lupa celananya juga, untuk ingat pakai celana.
Gue datang ke acara ulang tahun tersebut dan diawali
dengan makan-makan. Porsi yang gue ambil cukup besar. Ada ayam, kari, kerupuk,
sayur, dan lain-lain. Gue membawa makanan gue ke meja yang gue duduk tadi.
Pergaulan bisa dilihat dari seseorang yang duduk dengan siapa. Jadi ketika gue
duduk di meja yang tadi gue duduki, ternyata isinya ibu-ibu dengan membawa
anak, tragis sekali saudara-saudara.
Gue makan dengan canggung sekali. Anak-anak pada
bermain balon dan berteriak berisik. Ada yang terjatuh, menangis, lari-lari, muay
thai, dan lain-lain.
Setelah selesai makan gue memandangi sekitar. Entah
apa yang harus gue lakukan saat ini. Gue hanya bisa berdiam diri dari posisi
gue. Melihat cewek-cewek cantik yang sedang makan dan saat melihat, ada ibu-ibu
membalas tatapan gue dengan mata di kedip-kedip sambil senyum-senyum.
Sepertinya cewek itu mempunyai tameng untuk melindungi diri.
Tiba-tiba ada anak-anak bermain balon dan dia
terjatuh. Gue membangunkannya dan memberinya balon agar dia tidak menangis. Dia
tersenyum dengan gue dan akhirnya pergi.
Gue senang sih dia tersenyum dengan gue. Tapi
pertanyaan adalah apa arti dari senyuman itu? Apakah ini yang dinamakan cinta?
Kenapa gue terpengaruh dengan penyakit pedofil ini, sih?
Ketika gue menyelamatkan anak tersebut, tiba-tiba ada
ibu-ibu di samping gue memanggil gue, “Baik banget, ya Pak.”
“Gak, kok biasa aja” kata gue, malu tak tahu malu.
“Istrinya sudah hamil berapa bulan?”
“WHAT?” kata gue, kaget.
Istri? Hamil? Gila, sejak kapan gue punya istri? Gue
bingung harus menjawab gimana. Seorang ibu-ibu mengira gue telah mempunyai
istri dan hamil. Tolong jangan berburuk sangka, saya tidak menghamili anak
orang, anak orang yang menghamili saya (lho?).
“Saya belum punya istri, bu, saya masih sekolah”
kata gue, keringatan.
“Oh, saya pikir sudah punya. Tampangnya seperti
om-om sih. Kalau om-om wajahnya begini, aduh saya pengen banget tahu” kata ibu
itu sambil tertawa.
Gue sempat mendengar kalimat itu, gue berpikir: Gue mirip om-om?
Beberapa pertanyaan yang gue dapatkan ketika gue
berada di acara ulang tahun tersebut adalah:
1.
Kenapa saya dikira om-om?
2.
Kenapa saya disukai ibu-ibu?
3.
Kenapa saya dikira mempunyai istri yang
sedang hamil
4.
Kenapa saya harus berada di acara aneh
ini?
Hal ini membuat gue sedikit tidak tenang. Beberapa
jam kemudian, gue bersama lainnya kembali pulang ke rumah. Sesampai di rumah,
Nyokap menyapa gue dan bertanya-tanya.
“Gimana makanannya, enak?”
“Lumayan” kata gue.
“Banyak ketemu cewek-cewek cantik, ya?” tanya
Nyokap, curiga.
“Iya, cantik-cantik, hahaha” kata gue, tertawa
garing.
Gue kembali masuk ke kamar gue dan tidur. Seolah
ingin melupakan pertanyaan tadi. Cewek-cewek cantik yang gue temui ternyata
ibu-ibu. Dan kalau gue kasih tahu ke Nyokap, dia malah akan semakin berdebat
dengan gue tentang hal ini. “Apa? Kamu disukai ibu-ibu? Seharusnya papa kamu
disukai ibu-ibu itu. Dia ganteng dan tampan.”
Tragisnya seorang bocah SMA seperti gue dibandingkan
dengan seorang om-om berkumis yang disukai ibu-ibu. Pantas aja gue jomblo.
No comments:
Post a Comment