Monday, July 4, 2016

Pembawa Sial

Kesialan selalu datang kapanpun dan dimanapun. Kita tidak akan tahu kapan kesialan selalu datang menyerang kita. Mungkin kita akan jatuh di comberan, mungkin kita akan keinjak eek, atau mungkin kita akan bertemu bapak-bapak yang pipisnya berceceran.

Kesialan baru-baru ini membawa gue kedalam jurang penyakit. Sekitar beberapa hari yang lalu, Nyokap menyuruh gue untuk membuang sampah. Gue mengangkat tong sampahnya dan pergi membuangnya. Setelah membuang, gue pergi mencuci tong sampah tersebut. Sambil mencuci, menggunakan selang air samping rumah dan mencucinya, tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh tepat di pundak gue. Gue berpikir “Apakah ini yang dinamakan cinta?”. Gak perlu mikir gitu juga, sih.

Gue tidak bisa bergerak. Sesuatu yang jatuh tepat di pundak gue rasanya hangat-hangat. Dan saat gue cek, ternyata eek burung. Di rumah gue banyak sekali burung-burung merpati yang hinggap. Entah memang dipelihara atau burungnya datang sendiri.

Ketika gue sadar bahwa benda hangat yang jatuh tepat di pundak gue adalah eek burung, gue langsung bergegas pergi. Gue meletakkan tong sampah gue dan berjalan seperti orang penyakitan. Inilah efek seseorang ketika terkena kotoran hewan.

Gue bergegas mengambil tisu dan membersihkannya. Feeling gue gak enak karena merasa belum bersih. Akhirnya gue memutuskan untuk mandi.

Gue pun pergi mandi dan membersihkan semuanya. Baju gue akhirnya gue ganti, memakai baju biru muda. Sekilas, akhirnya gue bersih. Sorenya, gue pergi menuju kamar Nyokap buat tiduran sebentar dan ternyata gue tertidur lelap. Malamnya gue terbangun dan tiba-tiba tubuh gue merasa sangat dingin dan merasa sangat berat.

Gue keluar dari kamar dan duduk di kursi. Samping gue, Nyokap, sedang sibuk main Candy Crush, gaul abis.

Karena tubuh gue merasa sakit, gue pun mengeluh dan mengeluarkan kata, “Aduh, aduh.”

“Kamu kenapa?” tanya Nyokap sambil bermain Candy Crush nya.

Gue diam dan tidak menjawab. Gue kembali ke kamar dan tiduran. Setelah tiduran beberapa menit, gue terbangun kembali dan keluar kamar. Gue pergi menuju ruang makan, terlihat Bokap dan Nyokap sedang makan. Bokap juga baru pulang dan membelikan nasi padang untuk gue. Gue duduk di kursi dengan keadaan lemas.

“Kamu kenapa? Dari tadi kamu begitu terus” tanya Nyokap sambil makan.

“Kayaknya aku demam, deh” kata gue.

Nyokap memegang dahi gue dan berteriak, “AW” ternyata Nyokap alay juga, ya.

“Kasih makan obat dulu sana” kata Bokap, memerintah.

Sebelum makan obat, gue makan nasi padang yang dibeli oleh Bokap tadi. Setelah makan selesai, gue memakan obat pereda demam. Gue kembali ke kamar dan bersandar. Tubuh gue menjadi sangat dingin dan sekujur tubuh terasa sakit. Seakan-akan seperti tertusuk jarum. Nafsu makan gue pun menurun.

Malamnya, gue terbangun karena sekujur tubuh gue terasa sangat sakit dan kepala gue sakit ampun-ampunan. Gue keluar kamar dan melihat Bokap sedang duduk sambil minum teh karena tidak bisa tidur.

“Kamu kenapa lagi?” tanya Bokap.

“Tubuhku sakit sekali” kata gue, mengeluh.

“Yaudah, Papa buatin teh manis, ya” kata Bokap, menawarkan diri.

Gue duduk bersandar sambil menutup mata dan tidak sanggup membuka mata. Sekujur tubuh gue terasa sangat berat dan sakit.

Bokap membawa segelas teh manis hangat dan menyuruh gue minum. “Nah, minum tehnya” kata Bokap.

Nyokap juga terbangun karena mengetahui kalau keadaan gue sedang tidak benar. Ia memijit pundak gue agar tubuh gue terasa lebih ringan. Nyokap membawakan obat dan menyuruh gue untuk meminumnya lagi.

“Nih, minum biar tubuhnya gak sakit” kata Nyokap, memerintah.

Sambil minum, gue akhirnya bersandar lemas. Tiba-tiba perut gue sedikit tidak.

“Kayaknya aku mau muntah?” kata gue, mengeluh.

“Muntah?” tanya Bokap.

“Iya, kayak mual gitu”

“Jangan-jangan”

“Jangan-jangan apa?”

“KAMU HAMIL?”

“Ini Hariyo Wibowo , Pa, bukan Ira Wibowo.”


Gue bergegas pergi ke kamar mandi untuk muntah. Saat di kamar mandi, gue tidak jadi muntah.

“Gak bisa muntah, Pa” kata gue, lemas.

“KAMU PURA-PURA HAMIL?”

“Jangan dibahas, Pa, tolong.”

Gue duduk kembali di kusi. Lalu tiba-tiba gue mual kembali.

“Pa, mau muntah, nih. Tolong ambilkan ember.”

Bokap bergegas mengambilkan ember untuk gue. Embernya datang dan gue pun muntah, “HOEKKK.” Saat muntah, obat dan nasi padang yang gue makan tadi ikutan keluar. Gue mengoleskan minyak angin di sekujur tubuh dan kembali ke kamar untuk tidur. Terima kasih burung yang menjatuhkan eek tepat di pundak gue ini. Anda baru saja membawakan penyakit untuk gue.


Esoknya, tubuh gue sedikit lebih ringan namun agak berat sedikit. Suhu menurun meskipun belum menurun sepenuhnya. Dari tubuh yang terasa sakit, berganti menjadi perut gue yang sakit. Kadang bisa sakit, kadang bisa gak. Jangan-jangan gue beneran hamil. 

No comments:

Post a Comment