Sunday, March 6, 2016

Dilema Naik Pesawat

Beberapa orang pasti ada yang pernah naik pesawat.  Ada yang keluar negeri atau pun dalam negeri, atau bahkan ada yang ke akhir zaman gak sampai-sampai. Kebanyakan sih, kalau mau liburan pasti mencari maskapai yang lagi murah atau turun harga. Atau kalau orangnya tajir, gak mikir lagi tiketnya murah atau mahal.

Kalau orang yang baru pertama kali naik pesawat, pasti aja ada yang reaksinya begitu berlebihan. Ada yang berpikir, nanti di pesawat ngapain aja, nanti gue mau berak dimana, nanti duduk dekat jendela biar bisa buka kacanya lihat pemandangan.

Gue pernah sekali, pertama kali naik pesawat dan gue di kasih tiketnya dan di simpan. Setelah gue simpan, beberapa hari sebelum keberangkatan, tiket gue kusut dan robek sedikit. Gue langsung panik, gak bisa tidur selama 1 hari dan gak makan. Saudara gue malah buat gue jadi tambah takut, “Kalau tiketnya sudah kayak gitu, berarti gak bisa naik pesawat lagi” sahut saudara. Setelah gue mikir-mikir, kok gue bego banget ya?.

Suatu hari, saat gue naik pesawat untuk pertama kalinya, entah kenapa felling gue jadi gak enak. Kadang gue mikir, entar kalau pesawatnya jatuh gue harus ngapain dan pesawatnya kalau jatuh ke laut gue harus berenang gimana sedangkan gue gak bisa berenang, dan kalaupun bisa berenang, gue mulai parno-parnoan di terkam ikan hiu.

Gue masuk kedalam pesawatnya, gue cari tempat duduk yang sudah tertera di kertas (kalau beli kursi). Biasanya gue lebih suka duduk di dekat jendela agar bisa lihat pemandangan. Tapi kalau duduk dekat jendela, mau ke toilet itu ribet banget. Gue sempat lagi kebelet pipis dan biasanya kalau mau masuk ke toilet, harus nunggu lampu toiletnya itu jadi hijau dulu, entah kenapa harus ada juga lampu lalu lintas di pesawat. Saking gue kebelet pipis setelah menunggu lama, akhirnya lampunya menjadi hijau. Saat gue mau keluar, tiba-tiba ada om-om yang duduk di luar (di luar pesawat? Kira-kira gitu lah) menghalangi jalan gue ke toilet. Pas pesawatnya goyang, gue langsung tersandung dan menduduki pusat masa depan om-om tersebut. Anjrit, pikir gue.

Saat gue mau masuk ke toilet tersebut, tiba-tiba ada pramugari menghalangi dan bertanya “mas mau kemana?” dalam hati gue (anjrit gue mau di apain di toilet?), “mau pipis mbak” kata gue dengan wajah polos. “Oh silahkan” pramugari tersebut membukakan pintu untuk masuk ke toilet. Seandainya hal itu di terapkan di toilet umum. Ada cleaning service cewek lagi bersihin toilet cowok. cowoknya udah kebelet berak dan masuk ke toilet, mbak-mbak cs nya langsung bukain pintu dan berkata “Mas mau kemana? Mau berak kok gak ajak-ajak.”

Gue pun bisa pipis dengan lega. Sesaat gue pipis, gue sempat mikir seperti ini: kalau gue pipis, pipis gue jatuh ke ruamh orang dong? (anjrit rumah gue barusan gue pipisin). Bayangin aja kalau yang boker itu gimana. Itulah sebabnya, gue selalu siaga penuh kalau ada pesawat yang barusan terbang lewat. Mungkin gue harus membawa pakaian ganti tiap hari.

Kadang gue terlalu terpana dengan iklan. Iklan-iklan promosiin maskapai biasanya, pasti ada yang pamerin makanan. Gue selalu berharap hidangan-hidangan di pesawat itu enak-enak. Andai saja di langit ada drive thru mekdi, mungkin gue bisa beli burger atau kentang goreng sepuasnya. Ini malah gue naik pesawat, bayar mahal-mahal (di bayarin sih) tapi cuma ada air putih seharga 30 ribu. Gue bawa air putih dari rumah segalon, dan di pesawat gue mesti beli air minum seharga 30 ribu yang isinya lebih sedikit di banding yang gue bawa dari rumah. Mungkin, ini bisa menjadi trik bisnis jualan air putih seharga 100 ribu di pesawat.

Beberapa jam kemudian, pesawat harus transit menuju Bandara Hang Nadim di Batam. Gue turun dari pesawat masuk ke ruang tunggu untuk di eksekusi, maksudnya untuk nunggu pesawatnya berangkat lagi (terus gue di tinggalan). Sambil nunggu, gue menikmati roti yang gue bawa dari rumah untuk gue makan karena lapar. Keren ya, roti dari Medan, makannya di Batam.
Dengan gaya santai, gue membuka kotak makan gue, dan mengambil roti dan memasukannya ke mulut, tiba-tiba pesawatnya udah mau berangkat. Kampret, transit macam apa ini. Gue pun bergegas naik, menghentikan hidangan roti yang gue bawa jauh-jauh dari Medan, dan harus menunggu perjalanan sekitar 3 jam lagi. Saat gue masuk ke dalam pesawat, gue mencari kursi yang tertera di kertas yang gue pegang. Namun, tiba-tiba kursi itu di duduki oleh om-om gak jelas dengan memakai batik dan bersandar. Gue melihat dan memanggil saudara gue. Saudara gue pun langsung meminta om-om berdaki tersebut pindah. Tapi om-om tersebut malah buat alasan sakit. Gue hanya bisa duduk di kursi lain dan menonton pertarungan sengit tersebut. Akhirnya pertengkaran tersebut di pisahkan oleh pramugari cantik. Kami pun di carikan tempat duduk yang bagus. Pas gue tanya sama saudara gue “Bang, itu tadi yang misahin pramugari, cantik gak?” lalu saudara gue jawab “Itu istri om-om tadi” oke, kayaknya gue salah nanya. .

Akhirnya gue sampai juga di tujuan, yaitu Bandara Juanda. Dengan perjalanan selama 6 jam untuk sampai ke Bandara ini, gue akhirnya kebelet pipis kembali. Dan saat teman-teman gue bertanya, apa perasaanmu saat naik pesawat untuk pertama kalinya? Gue akan menjawab: Kamu pernah kebelet berak? Kira-kira gitu kejadiannya. Sekian.


No comments:

Post a Comment