Tuesday, March 22, 2016

Bali

Gue pernah pergi ke Bali waktu kelas 5 SD, itupun mulai naik menuju kelas 6. Biasanya kalau orang mau pergi ke Bali, pasti harus naik pesawat. Gue tampil beda. Yaitu, naik mobil. Ya, gue dari Surabaya dengan menggunakan transportasi darat menuju Bali. Itu adalah salah satu perjalanan yang paling ganas dan konyol. Oke gue ceritain.

Sebenarnya, gue menolak di ajak pergi ke Bali saat di Surabaya. Namun gue di paksa, tapi gue masih ngotot tidak mau. ‘Aku gak mau pergi, soalnya Bali itu makan babi’ seru gue. Orang-orang memandangi gue dan berkata, ‘Lo kan juga makan babi’ (emang babi lah). Sorry kalau gak halal.

Akhirnya gue pun menyetujui untuk ikut menuju ke Bali. Paginya, gue makan mie instan. Bukan Indomie, tapi mie Korea. Hawa gue udah gak enak banget saat makan mie Korea ini. Merasa sudah kenyang, kami mengangkat koper ke bagasi mobil. Kakak Ipar gue memberikan sebuah alat seperti sekop dan ember sebagai alat untuk bermain di pantai tadi. Kok gak sekop dan ember yang biasa di pake kuli bangunan aja biar greget?.

Kami pun langsung berangkat, perjalanan di lewati menuju kota Sidoardjo. Di kota itu mendadak macet karena ada area Lumpur Lapindo. Namun akhirnya kami berhasil menerobos dan melanjutkan perjalanan. Gue duduk di paling belakang, berdekatan dengan bagasi mobil (bukan duduk di bagasinya). Karena kelelahan dan kurang tidur, gue pun tertidur. Perjalanan pun berlanjut sampai istirahat dan berhenti di sebuah kota bernama Situbondo. Karena gak ada restoran yang enak, kami terpaksa makan di KFC. Di KFC, gue mencret, anjing. Gue bergegas ke toilet, tahi sudah sampai pucuk, gue sempat emosi karena resletingnya susah di buka. ‘Anjing, tai nya udah mau keluar nih, cepat kebuka dong’ teriak gue dalam hati.

Setelah berhasil di buka, akhirnya gue pun berak dengan lancar. Dan saat gue melihat hasil produksi berak gue, ternyata sisa makanan tersebut berasal dari mie korea tadi. Emang bener ya, makan mie impor gak cocok di Indonesia, gak cocok. Gue pun mulai memikirkan sesuatu yang bahkan lebih sulit dari matematika, INI GUE CEBOK NYA GIMANA?. Gak ada sabun dan gak ada air. ‘Mampus’ dalam hati gue. Gue bersikeras mencari ide. Gue melihat ada keterangan di toilet tersebut. Tertulis bahwa ada sebuah alat cebok yang nanti airnya akan di semprot ke pantat kita. Gue pun mencoba. Saat gue pencet tombolnya, airnya pun menyemprot pantat gue. Posisi gue seperti orang yang nungging, seperti lagi goyang itik. Namun, air nya hanya menyemprot 5 detik. Kampret, ini belum bersih. Mana celana gue basah lagi. Gue mulai panik. Akhirnya, gue terpaksa memakai sempak gue dan celana gue yang basah. Keluar dengan pantat masih belum bersih di cebok. ‘Kamu kok lama kali di toilet,’ ‘Mencret’ kata gue dengan wajah senyum ceria.

Perjalanan di lanjutkan dengan gue terpaksa makan KFC di mobil karena gak sempat makan lagi di KFC nya. Sambil makan, tiba-tiba gue pusing dan mual. Perjalanan semakin jauh, kita sudah sampai di kota Probolingo dan Banyuwangi. Bahkan sampai harus pindah tempat duduk. Gue duduk di depan agar tubuh gue lebih segar. Sampai-sampai gue di beri obat. Dengan menggunakan mobil, gue bisa melihat pemandangan yang indah. Sayangnya, waktu itu gue masih pakai Nokia jadul dan belum punya Instagram. Akhirnya, kami sampai di pelabuhan. Di pelabuhan inilah, tantangan yang sangat ekstrem, yaitu menghadapi goyangan ombak di kapal. Gue yang sudah sekarat begini, lama-lama gue bisa mati kayak gini. Gue berdiri di kapal dengan menikmati angin yang kencang, serta berlari-lari menuju tiang kapal dan muntah. Gue muntah-muntah dan muntahan gue di buang ke laut. Gue berharap, sekelompok ikan tidak merasa jijik. Mabuk laut itu mengerikan.

Akhirnya, kapal sampai di pulau Bali. Welcome to Bali, terlihat tulisan di sebuah baliho pelabuhan. Kami kembali masuk ke Bali melanjutkan perjalanan menuju Nusa Dua. Sampai jam 1 subuh lewat, kami sampai di Nusa Dua dan terpaksa tidur di penginapan. Di penginapan, kami langsung tidur dan lebih parahnya, bekas berak gue masih belum gue cebokin hingga esoknya gue baru sempat cebokin. Esoknya, kami pergi ke Nusa Dua, menuju tempat jual aksesoris dan oleh-oleh Bali. Siangnya, kami pergi makan babi guling, prediksi gue benar. Sorenya, kami pergi ke sebuah pantai yang gue lupa nama pantainya. Indah dan keren banget. Gue sempat gak mau pulang karena terobsesi dengan bule-bulenya (yang cewek bukan yang cowok).

Kami mengambil sekop dan ember kami yang di bawa di Surabaya dan di pakai untuk bermain pasir. Saat kami sedang bermain, tiba-tiba ada sekelompok orang asing dengan wajah Asia dan putih dan meminjam sekop kami. Ujung-ujungnya, mereka yang asik sendiri. Hari sudah mulai larut, kami pun kembali menuju mobil dan kembali ke hotel. Oh iya, gue lupa ceritain tentang hotelnya. Kami mencari hotel di Nusa Dua dan hotel ini kebetulan milik orang Medan, chinese pula. Akhirnya, kami dapat diskon. Tempat tidur di kamar hotelnya juga enak. Satpamnya juga ramah-ramah. Gue sering mengintip sekelompok satpam disana dengan menggunakan teropong dan yang anehnya, mereka malah bergaya seakan-akan mereka sedang di videokan. Mungkin mereka gak tau kalau itu teropong. Dan senangnya adalah gue hari itu sedang ulang tahun. Gue pun di traktir makan donat dan kami pun makan di hotel.

Esoknya, kami melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Di Denpasar, kami pergi ke GWK (Garuda Wisnu Kencana), dimana kita bisa melihat patung Dewa Wisnu yang besar serta patung burung Garuda yang besar. Disana, gue mendapat air suci. Tapi kampretnya, masuk toilet saja harus bayar 1.000.-

Malamnya, kami makan gudeg, makanan khas Jogja. Gue tidak terlalu suka dengan gudegnya karena aneh rasanya. Jadi gue makan ayam saja. Kami pun pergi ke Kuta, dimana terdapat sebuah bar. Kebetulan waktu itu sedang musim Piala Dunia, jadi banyak bule yang berkumpul. Saudara gue, dengan mengeluarkan kameranya, bukan pintu kacanya dan dia langsung berburu. Dia memfoto semua bule-bule yang ada di bar itu. Bahkan, ada bule yang sedang duduk dengan baju kurang bahan, saudara gue langsung memotretnya, pakai flash pula.

Paginya, kami pergi ke Pantai Kuta. Kebetulan di seberang ada Pizza Hut, jadi kami memesan dan makan disana. Saudara gue kembali berburu foto bule dengan pakaian bikini.

Kami pergi ke sebuah tempat wisata yang indah, yaitu Tanah Lot. Sayangnya, waktu itu sudah sore sekali dan kami telat melihat pemandangan sunset nya. Esoknya, kami pergi ke Ubud dan menuju ke sebuah tempat bernama Alaskedaton, tempat bermukimnya monyet. Gue sempat mengejek mereka, ‘MONYET LO’ ‘Lah, gue kan memang monyet’ kata monyet dalam hati. Disana terdapat arus air yang deras. Gue pun hampir terjatuh ke air. Hingga akhirnya ada seorang bule yang menarik tangan gue dan menolong gue. Gue bahkan tidak mengucapkan terima kasih, malah injak sepatunya (sepatu baru pula).

Siangnya, kami pergi ke sebuah tempat yang di kenal sebagai salah satu kerajaan. Kerajaan itu ternyata masih ada pangerannya. Bahkan saudara gue sempat berbicara pada pangerannya. Seandainya gue gak cemen, gue pun memberanikan diri dan gue berkata, ‘Gue Hariyo, Pangeran dari Kerajaan Tanjung Morawa.’ Kalau Pangeran Balinya bertanya, ‘Dimana letak kerajaan itu?’, gue menjawab ‘Ya di Tanjung Morawa lah, masa di Rusia.’

Malamnya, kami makan gudeg lagi. Esok sebagai hari terakhir di Bali. Kami pergi ke sebuah penangkaran monyet lagi, tapi bukan yang waktu itu. Monyet yang disini terlalu angresif. Rambut gue sempat di jambak-jambak oleh monyetnya. Bahkan ada yang sampai keteknya di pegang. Petugasnya bilang, ‘Harus angkat tangan biar gak di gituin’ gue mikirnya, kita ini di penangkaran monyet atau korban PP vs IPK sih?.


Siangnya, kami pergi pulang. Melanjutkan perjalanan dan berharap tidak ada lagi berak dan mencret serta mabuk laut. Gue terpaksa menahan semua itu saat di kapal. Kebetulan di pelabuhan ada jual koyo, gue pun membeli dan memakainya sebagai antisipasi. Perjalanan berlangsung sangat esktrim. Karena saat mengemudi, jalanan sangat gelap dan kiri-kanan semua jurang. Hingga akhirnya kami berhasil menerobos. Malamnya, kami beristirahat di Probolingo dan makan bakso disana. Sekitar jam 2 subuh lewat, kami akhirnya sampai di Surabaya. Di Surabaya, gue langsung tidur dan tidak mengganti baju. Gue lelah dan tidak berkutik sama sekali. Tapi gue senang, gue bisa pergi ke sebuah pulau Indonesia yang sangat indah dan berharap bisa kesana lagi. 

No comments:

Post a Comment