Keponakan
Malam-malam,
gue rada-rada gak punya kerjaan. Terpikirkan sebuah kerjaan yang sudah gue
biarin begitu lama. Akhirnya gue nulis, tetapi tidak tahu mau nulis apa.
Akhirnya kepikiran kejadian saat gue di Pasuruan dan gue pun menulis ceritanya
meskipun teramat begitu singkat.
Beberapa
bulan yang lalu, saudara gue mengajak pergi barengan dengan anak dan istrinya
pergi ke Pasuruan. Waktu itu gue baru saja pulang dari mall pada saat jam 10
malam. Sesampai dirumah, gue pun berangkat. Gue mikir, tengah malam gini
ngapain juga ke Pasuruan. Menuju Pasuruan menempuh waktu sekitar 1 jam. Waktu
itu sudah malam dan tidak macet jadi jalanan sangat lancar.
Dalam
perjalanan, gue duduk bersebelahan dengan keponakan gue. Namanya dan satu lagi
namanya Ronald dan rata-rata masih bocah. Dodo baru menginjak kelas 3 dan
Ronald baru kelas satu. Jadi gue harap di usia yang masih sangat muda, mereka
bisa di didik dengan moral yang baik. Jangan update status alay di Facebook.
Gue
pun mencoba berkomunikasi dengan keponakan gue. Yah, seperti yang kalian tahu,
mengadakan sesi Q&A dengan anak SD itu seperti menginterograsi anak-anak
yang baru ngelem.
“Dodo,
sekarang kelas berapa?” Tanya gue, pura-pura penasaran.
“Kelas
3 bego, itu aja masih di tanya” jawab Dodo, bercanda.
Lalu
gue bertanya dengan Ronald yang masih begitu polos.
“Kalau
Ronald sekarang kelas berapa?” Tanya gue, pura-pura penasaran lagi.
“Kelas
1 lah, masa Kelas B. Ihhh, jadi paman kok bego banget sih” jawab Ronald,
bercanda.
Dialog
di atas merupakan ciri-ciri keponakan yang tidak tahu diri. By the way, semua
itu hanya
karangan gue saja.
Gue
pun terus menerus melakukan percakapan dengan mereka. Beberapa pertanyaan pun
muncul dari mereka tentang gue.
“Paman,
paman sudah punya pacar belum?” Tanya Dodo penasaran. Ketika gue ditanya soal
begituan, dalam hati gue menangis.
“Belum,
hahahaha” jawab gue sambil tertawa garing.
“Dasar
Jomblo” kata Dodo dalam hati.
Saat
perjalanan menuju Pasuruan, kami berhenti di sebuah rest area untuk mengisi
angin ban mobil. Keponakan gue ngeyel minta untuk turun karena kebelet pipis.
Akhirnya gue menemaninya. Sesaat di toilet, keponakan gue meminta gue untuk
membantu membukakan celananya agar ia bisa segera pipis.
“Paman,
bukain celana ku dong” kata Dodo. Ajakan itu terlihat seperti ajakan para kaum
lelaki yang berjakun alias waria. Gue buka dan membiarkan dirinya pipis.
Setelah selesai pipis, tiba-tiba si Dodo ngeyel lagi. “Paman, aku pengen
berak.” Terus gue mau jawab “Yauda, sini paman tampung eeknya.” Setelah berak
selesai, Dodo ngeyel kembali. “Paman, aku mau cebok.” Terus gue jawab “Yauda,
sini paman garukin pantatnya.”
Setelah
selesai, akhirnya kita melanjutkan perjalanan menuju Pasuruan. Selama
perjalanan, gue hanya mengeluarkan handphone gue dan browsing untuk
menghilangkan rasa bosan gue. Sedangkan keponakan gue sibuk dengan lagu baby
shark nya. Dodo pun menghampiri gue.
“Wah,
handphone paman sama yah kayak handphonenya papa.” Kata Dodo, memuji.
‘Gak
ah, mana sama. Handphone paman lebih mahal dari handphone papamu.” Kata gue
berusaha pamer tetapi tidak berkelas.
Handphone
gue harganya 2 jutaan dan handphone saudara gue harganya 7 jutaan. Ini pertama
kalinya gue bisa pamer di hadapan anak kecil. Meskipun tak berkelas, setidaknya
bisa pamer. Setelah itu muncul teriakan, “Ihhh, paman miskin!”. Yah, terima
kasih atas pujian menyakitkannya.
Sesampai
di Pasuruan, gue kedinginan. Gue akhirnya mengeluarkan sweater yang gue bawa
dari rumah. Lalu, saudara gue mengatain gue.
“Ngapain
kamu pake sweater? Anak-anak aja gak pada pake. Jangan kalah sama anak kecil”
kata saudara gue, mengejek.
Lalu
keponakan gue memprovokasi.
“Ihhh,
paman banci.”
“Ihh,
paman cupu.”
Gue
berpikir, nih anak di ajari sopan santun sama gurunya di sekolah gak sih?
Akhirnya gue lepas sweater dan membiarkan diri gue menggigil. Sesampai disana,
kami hanya menyantap kuliner-kuliner yang ada. Gue makan sate dan martabak.
Sangat kurang kerjaan pergi ke tempat yang sangat jauh hanya untuk makan. Dan
lebih kurang kerjaan lagi berangkatnya tengah malam.
Saat
gue lagi makan, tiba-tiba Dodo memukul pundak gue.
“Paman,
bagi hotspot dong.” kata Dodo, memohon.
Akhirnya
gue buka hotspot gue dan membiarkan dirinya bermain. Tiba-tiba Dodo ngeyel.
“Kok
gak bisa jalan internetnya?” Tanya Dodo, kebingungan.
Gue
membuka handphone gue dan tiba-tiba muncul tulisan ‘Pelanggan yang terhormat,
sisa kuota anda tinggal 0 KB, di harapkan melakukan pengisian ulang untuk bisa
mengakses internet.’ Kebetulan Dodo membacanya lalu dia ngatain gue, “Dasar
miskin.”
Seusai
makan, kami kembali pulang. Perjalanan pulang di akhiri dengan tubuh yang lelah
hingga akhirnya semua tertidur di mobil, kecuali saudara gue yang menyetir
karena kalau dia tidur juga, yah inaillahi. Gue sampai di rumah pada waktu
menujukkan pukul 1.30. Dengan lelah, gue berjalan menuju pintu rumah layaknya
orang yang barusan mabuk alcohol. Ketika gue membuka pintu dan masuk, gue
teringat masa kecil gue. Nostalgia yang panjang membuat diri gue teringat bahwa dulu gue
sama seperti 2 keponakan gue sekarang.
Gue
harap setelah dewasa, gue bisa ngatain mereka kembali. Tapi kayaknya aneh juga
tua-tua ngatain anak alay.
Cerita
di atas hanya gue tulis karena terlintas dalam isi kepala gue. Sedikit ngawur
namun semoga menghibur.
No comments:
Post a Comment